Tulisan merinding banget dan belum tentu aku sekuat istrinya dan anaknya, gak bisa membayangkan, malah mewek bacanya...
“ SELAMAT JALAN SUAMIKU ”
“Mii, abbi sariawan nih lg g enak makan,,” sepulang kerja, suamiku
menolak makan masakanku saat itu, padahal aku memasak ayam goreng kremes
kesukaannya,, “besok2 masak sayur az ya mi ” aku hanya mengangguk tanda
meng iyakan" ..
Setiap hari suami selalu mengeluhkan sariawan di lidah nya yang g
sembuh2,, sudah 2 minggu lebih,, tapi aku tak terlalu menghiraukan
keluhannya, aku pikir itu hanya sariawan biasa seperti pada umumnya.
“Mii, td di kantor ada medical chekup,, ini hasilnya.. ” sambil
menyodorkan selembar kertas hasil pemeriksaan,, aku ingat betul saat itu
bulan april 2016. “kesehatan abbi g ada masalah mi, cuman kata dokter,
abbi kurang nutrisi, abbi kurang gizi nih g diperhatiin ummi, ummi nya
sibuk terus sama zuma, hehe” canda suamiku saat itu. memang anakku baru
usia 1 tahun, sebagai ibu, aku berasa jd orang yg paling repot karena
anakku yang mulai aktif.
Aku memang terlalu sibuk,, sampai tak memperhatikan suami, aku diam
saja ketika suami merokok terus2an, aku tak pernah marah ketika suami
menolak sarapan pagi yg sudah disiapkan, aku tak pernah marah ketika
suami begadang terus2an karena ngobrol di pos ronda dengan bapak2
komplek,, dan akupun tak pernah tau, makanan apa yang dia makan saat di
kantor,, makanan sehat kah? Atau bukan… ya.. itulah kesalahan
terbesarku…
“Abbi olahraga gih biar sehat,, jalan2 keliling komplek,,”
“Enggak ah mi, abbi lg g enak badan, kepala sakit” saat itu memang
weekend, dan suami lebih memilih tiduran seharian sambil nonton tv,,“huh
pemalas banget nih suami, disuruh olahraga juga susah”
Ucapku dalam hati.
3 minggu berselang tapi sariawan di lidah belum juga hilang. Malah
katanya jadi ada sakit di kepala dan telinga. “abbi..besok periksa ke
dokter ya, biar diobatin sariawannya..suamipun mengangguk..
Keesokan harinya, suami memeriksakan ke RS JAKARTA, RS yang tempatnya
paling dekat dengan kantornya.
Saat itu dokter bilang suamiku hanya kurang makan sayur dan buah, dokter
hanya memberi salep untuk luka sariawan di lidahnya. “Kalo 2 minggu
belum sembuh, periksa lagi ya” kata dokternya.
2 minggu kemudian suami periksa lagi, karena sariawan masih menetap,
“dokternya hanya menambahkan antibiotik. Tapi sampai obatnya habis belum
juga ada tanda-tanda kesembuhan.
Kembalilah lagi ke RS untuk memeriksakan, "mungkin bapak ada masalah
di giginya, saya rujuk ke dr bedah mulut ya”
Setelah diperiksa dr bedah mulut, dokter menyarankan di rontgen gigi,
saat itu hasilnya memang terlihat ada gigi bungsu yang posisinya miring.
“Ohh, sariawan bapak karena ada gigi bungsu yg mau tumbuh, tp posisinya
abnormal, mungkin itu penyebab bapak sariawan dan sakit kepala terus
menerus, giginya harus di oprasi, harus di ambil ya pak..
Bulan juni 2016, saat awal bulan ramadhan, suami tak puasa karena
akan di operasi gigi, di cabutlah gigi yang selama ini mengganggu,,
seminggu berlalu, sariawan masih menetap.. sakit di kepala makin
menjadi. ” mi, abbi sakit nelen, sakit kepala makin sering, kenapa ya
padahal giginya udah di cabut, terus lidah abbi jd g bisa digerakin ke
kiri" “besok periksa ke dokter lagi ya bii, sekalian kontrol gigi”
“Giginya udah g ada masalah ya pak, kalo keluhan bapak sakit kepala,
baiknya bapa periksakan ke dr syaraf ya” kata dr bedah mulut saat itu,,
diperiksalah suami ke dr syaraf, hanya diberi obat anti sakit..
dokterpun menyarankan fisioterapi lidah karena lidah yang tak bisa di
gerakan ke kiri, 6 kali pertemuan fisioterafi dan tak ada perubahan..
Dokter menyarankan pemeriksaan MRI, perkiraan pemeriksaan MRI saat itu
sekitar 5-6 juta dan tak bisa dicover asuransi
“periksa MRI nya nanti saja ya mii, bentar lagi kan kita mau mudik,
lumayan uangnya buat bekal mudik ke tasik”.
Hari idul fitri… suami lebih memilih tiduran di kamar dan tak ikut
bersilaturahmi ke rumah sanak saudara, sakit di kepala semakin sering,,
hari raya hanya dihabiskan dengan beristirahat tiduran di kamar..
Liburan lebaran pun telah usai, bersiaplah kita kembali ke ibukota..
“Mii sebelum kita ke jakarta, ummi lepas KB nya ya, abbi pengen zuma
punya ade”,,, “ duh bii, baru anak satu az ummi udah repot, gimana kalo
nambah” .. “biarin, nambah anak nambah rezeki, abbi pengen punya banyak
anak, hehehe”
Kesal memang, tapi aku pun menurut, di lepas lah KB IUD yg setahun
tertanam di rahimku..
“Mii, koq di lidah abbi jd ada benjolan, coba liat mii”
Benar,, ada benjolan kecil sebesar biji jagung di lidah yang ada
sariawannya, “besok ke dokter lagi ya bi”,,
“Sejak kapan benjolannya ada pak” tanya dokter.
“Baru 3 hari dok”
“Sakit gak?” Sambil memencet benjolannya
“Enggak dok enggak sakit, tp kalo sariawannya masih sakit dok, menelan
jg jd sakit,kepala juga makin sering sakit”
“Harusnya bapak di periksa MRI biar tau sakitnya dari mana, kalo
benjolannya ini kemungkinan tumor jinak, bagaimana kalo di oprasi
benjolannya terus nanti kita periksakan hasilnya”
Suamiku hanya mengangguk, tanda setuju..
Awal agustus 2016, aku menemani suami di oprasi di RS JAKARTA,, zuma
aku titipkan pada mamahku, ketika tau kabar suami mau di oprasi, mamah
langsung berangkat ke jakarta..
Operasi berjalan lancar, 3 jam lamanya,,
“Ini istrinya pak Andrie? Operasinya sudah beres, ini benjolan yg sudah
diambil mau diPA-kan dulu ya, hasilnya nanti 10 hari lagi..
Tanggal 13 agustus 2016, kami kembali menemui dokter, dokterpun menyampaikan hasilnya dan juga hasil PA dari laboratorium.
“bapak usianya berapa tahun?”
"28 dok”
“Sudah punya anak?”
“Sudah, baru usia setahun dok”.
Dokterpun menghela napas panjang…ada perasaan tak enak saat itu.
“Hasil pemeriksaannya kurang bagus, bapak positif terkena KANKER LIDAH,
Dek.. seolah detak jantungku berhenti “KANKER…Dok?”
Tiba-tiba mataku jadi gelap, sebuah beban berat serasa menindih
badanku. Aku diam dan tak bisa berkata apa-apa, lama aku terdiam.
“Kanker..?” tanyaku,
tapi kalimat itu tak mampu terucap hanya bersarang di kepalaku.
Sebuah penyakit yang selama ini hanya aku kenal lewat informasi dan
berita-berita, kini penyakit itupun menghampiri orang terdekatku orang
yang paling aku sayangi. Penyakit yang menakutkan itu menyerang suamiku.
Kutatap wajah suamiku, suamiku hanya terdiam, pucat…
bapak saya sarankan berobat ke RS DHARMAIS, karena disana rumah sakit
khusus menangani penyakit seperti bapak, harus cepat ya pak, sebelum
kankernya menyebar kemana-mana.
Segera kuambil surat pengantar dokter dan menuju RS DHARMAIS.
Sungguh tak pernah terpikirkan sedikitpun sebelumnya, kini kami berada
dalam deretan orang-orang penderita kanker di ruang tunggu pasien. Aroma
kecemasan bahkan keputusasaan tergambar di wajah mereka. Sebenarnya ini
juga saya rasakan, tapi saya harus menyembunyikan raut ini di hadapan
suamiku. Aku harus tetap menyuguhkan energi penyemangat padanya.
Serangkaian pemeriksaan kami lakukan, lab, usg, rontgen, ct scan, bone scan.
"Dari hasil pemeriksaan, ¾ lidah bapak sudah terkena kanker, bapak harus di oprasi di angkat lidah” kata dokter nya..
Ya Allah… apa lagi ini? Diangkat lidah? Kenapa harus suamiku yang
mengalaminya? Kami pun pulang dengan perasaan yang tak tentu, nanti kita
periksa ke RS SILOAM ya bii, kita cari second opinion"
Esoknya kita periksa ke RS SILOAM,, dokter melakukan endoskopi,
memasukan kabel kecil yg ada kameranya melewati lubang hidungnya,,
terlihat jelas kamera menangkap gambar di monitor.
“Wahh, kanker nya sudah menyebar ke tenggorokan pak”
Memang terlihat banyak benjolan merah di dekat pita suara.
“Kalo boleh tau sudah stadium berapa dok?”
“Kalo ini sih sudah stadium 4”
“Terus gimana dok? Tanyaku lirih,,
“Nanti bapak harus menjalani pengobatan kemoterapi 3 kali, langsung radiasi selama 30 kali.”
Wajah suamiku putih pucat, dia hanya terdiam, terbayang beratnya
derita dan kelelahan yang harus dialami suamiku. Belum lagi dengan
kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik. Keluar dari ruang
dokter seolah semuanya jadi gelap, rasanya aku tak kuat menahan segala
beban ini. Segera aku beri kabar keluarga dan teman-teman dekatku, aku
kabarkan keadaan suamiku dan kumintakan do’a dari mereka. Tak terasa
bulir-bulir bening air mata bermunculan disudut mataku.
dengan langkah lemas tak bertenaga seolah aku melayang, tulang-tulang
terasa tak mampu menyangga badanku yang kecil ini, aku melihat anakku
yang masih berusia 1 tahun, dia tersenyum ceria, ia tak mengerti beban
berat yang menimpa orangtuanya, akupun memeluknya erat sambil menangis
sejadinya.
Ketika kami di rumah, kami minta pendapat dari pihak keluarga tentang
pengobatan yang akan kami lakukan. Dengan berbagai pertimbangan dan
alasan pihak keluarga menyarankan agar kami tidak menempuh jalan kemo
dan radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan cara
alternatif dan pengobatan herbal.
Awal september 2016 kami berencana pulang kampung ke tasik,
dikarenakan kondisi suami yang tak bisa lagi bekerja, untungnya dari
pihak kantor memberi cuti izin sakit sampai sembuh.
Akhirnya sejak saat itu kami melakukan ikhtiar pegobatan dengan cara
alternatif dan minum obat-obat herbal. Karena saat itu suamiku sudah
susah untuk menelan maka obat herbal yang diberikan tidak berupa kapsul,
melainkan berupa rebusan dan cairan. Setiap hari suamiku harus minum
ramuan dan rebusan obat-obat herbal. Segala macam makanan buah2an dan
sayuran dijus dan di saring, Tapi aku lihat ia dengan telaten dan sabar
rutin minum semuanya.
"Bii, kayaknya ummi udah lama g haid, ” suamiku hanya tersenyum, coba
periksain mii, tespek" katanya..
Aku terlalu sibuk mengurus suamiku yang sedang sakit, sampai tak sadar, 2
bulan lamanya aku tak datang bulan"
“Positif bii…”
“Alhamdulillah, zuma punya ade, mudah2an cwe ya miii, mudah2an pas
bayinya lahir, abbi udah sehat,”
“Abbi pasti sehat sayang…”
Terlihat senyumnya yang mengembang dan bersemangat.
Semangatnya untuk sembuh begitu besar. Doa pun tiada henti kupanjatkan
siang dan malam. Dan malam-malamku selalu ku habiskan dengan bersujud
padaNya. Aku mulai rajin mencari semua informasi yang berhubungan dengan
kanker lidah, mulai dari makanan, cara pengobatan, bahkan alamat klinik
pengobatan alternatif. Semua informasi aku cari melalui internet, koran
dan dari rekan-rekan.
5 bulan pengobatan, tapi Allah sepertinya belum memberi jalan
kesembuhan dengan cara ini, akhirnya obat herbal aku tinggalkan. Dan
akupun mulai ragu, kondisi suami makin memburuk, kamipun mulai putus
asa. Aku yakinkan suamiku bahwa ini adalah memang ujian dari Allah,
“Bii.. semuanya atas kehendak Allah, bahkan jauh sebelum kita lahir
sudah tertulis takdir ini, usia segini abbi sakit, berobat kesana-sini
itu semua sudah ada dalam catatan Allah bii. Yang penting sekarang kita
jangan lelah berikhtiar dan abbi tetap harus semangat untuk sembuh.” Ia
mengangguk perlahan.
“Utun lahir, abbi pasti udah sembuh kan mii? Tanya nya
"Pasti bii, g ada yg g mungkin kalo Allah sudah berkehendak, utun lahir,
abbi udah sehat”. Ia pun tersenyum
Berat badan suamiku mulai turun drastis karena tak ada asupan
makanan, sebelum sakit beratnya 65 Kg kini tinggal 40 Kg. Kondisinya
makin parah dan puncaknya ketika aku lihat setiap hari suami muntah
darah terus menerus. Ia pun terlihat lemas dan sangat pucat.
Januari 2017, aku bawa ke dokter spesialis Onkologi yang ada di
tasik.
Dokter menganjurkan untuk segera dibawa ke rumah sakit karena hasil HB
cuma 5, suamiku mengalami anemia berat. Kali ini aku membawanya ke RS
Jasa Kartini tempat dokter itu praktek.
4 labu darah yang sudah masuk ke tubuh suamiku, dokter menyarankan
kemoterapi"
“Kanker itu pengobatannya 3 rangkaian bu, kemoterapy, radiasi sama
oprasi, tanpa itu kanker susah ditangani, apalagi dengan pengobatan
alternatif dan herbal yang belum jelas” kata dokternya
“Mii, abbi mau berobat medis az, mau nurut apa kata dokter, mungkin
ini jalan kesembuhan abbi” kata suamiku
Aku tak bisa berkata2,, baiklah kalo ini sudah keinginannya, aku hanya
bisa mengiyakan, semoga Allah memberikan kesembuhan untuk suamiku dengan
pengobatan medis.
Hari2 aku lewati, keluar masuk rumah sakit mengantar suami berobat,
zuma aku titipkan ke rumah orangtuaku, karena waktuku habis dengan
mengurus suamiku, penat rasanya,, hari2 dihabiskan dengan perjalanan
dari rumah ke rumah sakit, rasanya melelahkan, apalagi dengan kondisi
perutku yang semakin membesar.
dokter mengatakan, “kita hanya bisa memperlambat pertumbuhan
kankernya bukan mengobati.” Seolah hitungan mundur kematian itu dimulai.
Aku limbung dan hampir tak sadarkan diri, sekuat tenaga aku mencoba
untuk tetap tegar
“Ya Allah… begitu berat cobaan ini Kau timpakan pada kami”
“Ma’afkan ummi, ummi tak mampu menjagamu selama ini…"
Serangkaian pengobatan medis dilakukan 7 kali kemotherapi, sampai kemo
ke 3, kondisi suami sempat membaik, kemo ke 4,5,6,7… selama itu kondisi
suamiku semakin menurun..
“Aku ingin ketenangan aku butuh pertolonganMu ya Robb. Kutumpahkan
segala permohonan ini dihadapanMu yaa Allah. Bisa saja dokter memfonis
dengan analisanya, tapi Engkaulah yang maha kuasa atas segala
sesuatunya. Engkau maha menggenggam semua takdir, sakit ini dariMu ya
Allah dan padaMU juga aku mohon obat dan kesembuhannya.”
Segala ikhtiar dan do’a tiada lelah kulakukan tuk kesembuhan suamiku.
Malam-malamku kulalui dengan solat tahajud. Kubenamkan wajahku diatas
sajadah lebih dalam lagi, tiba-tiba aku merasa tak mimiliki kekuatan
apapun, aku berada dalam kepasrahan dan penghambaan yang lemah.
“Robb…Engkau maha mengetahui, betapa segala ikhtiar telah kami
lakukan. Tiada menyerah kami melawan penyakit ini, kini aku serahkan
segalanya padaMu, tidak ada kekuatan yang sanggup mengalahkan
kekuatannMu yaa…Robb, Tunjukkan pertolonganMu, beri kesembuhan pada
suamiku Ya..Allah.”
Rangkaian kemoterapi sudah beres, suamiku disarankan melakukan
pengobatan lanjutan, sinar radiasi di RS santosa bandung, saat itupun
kehamilanku sudah masuk usia 9 bulan,
“Bii, maaf ummi g bisa antar abbi ke bdg, abbi sama mamah az ya, takut
brojol di jalan, nanti malah repot lagi”. Akhirnya suami pergi melakukan
serangkaian pemeriksaan untuk radioterapi,
6 Juni 2017,, hari ke 11 bulan ramadhan, anak yang kedua ku lahir,,
tanpa kehadiran abbi nya,, proses melahirkan yang kedua sangat lah mudah
dan cepat, alhamdulillah Allah telah memberikan kemudahan dan
kelancaran, segera aku vidio call suamiku, dia pun kaget karena tiba2
aku memperlihatkan bayi kecil padanya,
“Ummi udah lahiran bii”
“Abbi pulang ke tasik sekarang jg mii, pemeriksaan simulatornya udah
beres abbi di jadwalin radiasi nya nanti udah lebaran”
Pulang lah ia ke tasik, datang dengan raut wajah ceria, alhamdulillah
perempuan, “mau abbi kasih nama "Zahabiya Assyifa farid”
Emas permata yang menyembuhkan..insya allah dengan lahirnya biya, abbi
diberi kesembuhan oleh Allah.
25 juni 2017, saat itu hari raya idul fitri,, tiba2 suami mengeluh
sakit kepala,
Dan esoknya mengeluh sulit menelan dan sesak nafas, dilarikanlah suamiku
ke RS,, dan bayi ku yg baru 2 minggu aku bawa jg, menemani abbi nya di
rawat di RS. Pihak RS sempat menolak krn aku membawa bayi, tp karena aku
tak bisa meninggalkan keduanya, akhirnya diizinkan, walaupun dengan
membuat surat pernyataan bahwa pihak RS tidak bertanggung jawab jika
terjadi sesuatu pada bayiku..
Saat itu suamiku masih bisa bicara meski dengan suara kurang jelas.
Karena tenggorokannya pun sudah menyempit tersumbat kanker, ia sangat
kesulitan dalam bernafas. Masuk minumanpun kesulitan, Untuk memasukan
nutrisi ke tubuhnya, dokter menyarankan oprasi gastrostomi, oprasi
pasang selang dari perutnya, dan mengantisipasi agar tidak tersumbat
saluran nafasnya, dokter menyarankan oprasi tracheostomy dileher
suamiku. Akupun menyetujuinya meskipun aku tak tega, tapi hanya ini cara
yang bisa diambil.
Suamiku pasrah, dia minta aku menemaninya terus menerus, dan aku
mengerti.. aku selalu mendampinginya. Tak pernah jauh
darinya…“Sebenarnya aku tak tega melihatmu seperti ini bii, leher di
bolongin,perut juga bolong, tapi inilah yang terbaik untukmu saat ini.”
Selesai oprasi, bicaranya sudah tak bersuara lagi. Sejak saat itu
praktis komunikasi kami hanya dengan isyarat atau terkadang suamiku
menulisnya di hp, mengirimkan lewat WA,, Tentu saja hal ini terasa capek
baginya. Namun sekali lagi ia terlihat tegar tak pernah aku mendengar
ia mengeluh.
Sepanjang proses pengobatan tak hentinya kupanjatkan do’a dan dzikir
dibantu dengan beberapa anggota keluarga.
Saat itu kondisinya sudah sangat menurun, sakit kepala hebat makin
sering terjadi,, hasil pemeriksaan ct scan didapatkan, kankernya sudah
menyebar ke otak,,
“Ya Allah beri kekuatan pada suamiku…!” Beri kesembuhan melalui ikhtiar
selama ini ya Allah..”
Dokter yang menangani nya sudah angkat tangan, ia menyarankan suamiku
untuk secepatnya pergi ke bandung untuk melakukan tindakan radiasi, tp
karena kondisinya yang semakin menurun, rencana itu kami undur karena
menunggu kondisinya membaik dulu..
Namun ternyata seminggu setelah operasi, selang di perutnya mengalami
kebocoran, keluar cairan hitam pekat dari lubang di perut bekas
oprasi,,
“Kenapa lagi ini?…”
“Mii abbi mau minta dirujuk az ke RSCM jakarta, disini abbi g sembuh2”
kata suamiku..
Saat itupun aku meminta dokter untuk membuatkan surat rujukan ke RSCM
Jakarta,, dokter mengizinkan… jam 1 tengah malam mobil ambulan mengantar
kan kami berdua menuju Jakarta, ya.. hanya aku sendiri yang mengantar
suamiku.. hari mulai terang saat kami tiba disana..
Serangkaian pemeriksaan dilakukan.. kondisinya semakin menurun, tapi
masih bisa diajak komunikasi,, diapun mengambil hp dan mengetik sesuatu
“Mii, c juve meninggal di rscm kan?”
“Iya”
“Terus c yana zain jg meninggal mii, nanti giliran abbi ya mii”
“Abbi pasti sembuh sayang,”
“Mii, kalo abbi meninggal, abbi pengen dikuburin dekat anak2”
“Apaan sih bi, jangan ngomong yg enggak2” ..
Tak kama kondisinya semakin menurun, memegang hp pun ia tak mampu..
Dia hanya bisa menahan kesakitan yg dirasa,, sambil melirik sesekali ke
arahku, sambil berkata,, “sakit mi…”
“Sabar sayang.. coba abbi dzikir dalam hati” ..lailahailallah…
Kuhampiri suamiku yang tergolek lemah. Perawat memasang semua
peralatan pada tubuh suamiku, entah alat apa saja ini. Kuusap perlahan
keningnya, dingin sekali. Tangan dan kakinyapun sangat dingin. Hingga
menjelang asar, aku tak diperbolehkan beranjak dari sampingnya, tanganku
ia genggam erat. Tak hentinya mulut ini memanjatkan doa.
Tekanan darahnya sangat tinggi, nadi nya pun cepat, menunjukan angka
200 di layar monitornya. Berkali-kali dokter menyuntikkan obat anti
sakit namun hasilnya tetap sama tak berubah, suamiku masih mengeluh
kesakitan. Dokter memanggilku, perasaanku gelisah tak menentu, campur
aduk antara cemas, bimbang dan ketakutan yang amat sangat. Dugaanku
benar Dokterpun menyerah.
Melihat kondisinya yang terus menurun dokter memberitahu bahwa
kondisi suamiku sudah sangat melemah, secara medis kondisi suami sudah
tidak dapat ditolong lagi, lebih baik kita do’akan saja.” Aku
benar-benar lemas mendengarnya seluruh badanku gemetar merinding.
“benarkah tak ada lagi harapan.” Tiba-tiba aku merasakan ketakutan yang
luar biasa. Aku tak mau menyerah, aku tetap membisikan ke telinga
suamiku, bahwa ia jangan menyerah, ia pasti sembuh.
“Aku tak mau kehilanganmu bii.” Ku pegang kuat jemarinya, “buka
matamu bii kubisikan lembut ditelinganya. Ia hanya tersenyum lemah…
Pukul 16.00, aku disodori surat pernyataan,, kata dokter ini adalah
Surat persetujuan untuk tidak dilakukan tindakan apapun jika terjadi
apa2 sama suamiku. Akupun pasrah “tak sanggup rasanya hati ini
kehilanganmu, aku ingin tetap menatap wajahmu, aku ingin tetap
mendampingimu meski dalam ketidakberdayaanmu.”
“Abbi…..inilah yang terbaik yang diberikan Allah buat kita, maafkan
ummi, tak bisa menjagamu selama ini. Ummi ikhlas abbi pergi, ummi terima
semua dengan ihklas..
Jangan khawatir bii, ummi akan menjaga dan merawat anak-anak kita,” kubisikan lirih ditelinga suamiku.
Dalam setiap rangkaian doaku tak pernah aku mengucapkan kata-kata
menyerah “kalo memang hendak Engkau ambil maka mudahkan,” tak pernah aku
menyebut kata-kata itu. Aku selalu minta kesembuhan, kesembuhan karena
aku memang menginginkan suamiku benar-benar sembuh.
Sepertinya kini aku harus menyerah dan pasrah “Ya.. Robb jika memang
Engkau menentukan jalan lain aku ikhlas ya Allah…., mudahkan jalan
suamiku untuk menghadapmu dengan khusnul khotimah.”
Kubimbing suamiku menyebut kalimat “LAAILAHA ILLALLAH MUHAMMADUR ROSULULLAH.. Kuulang hingga berkali-kali..
Dua bulir bening tersembul dari sudut matanya. Aku merasakan ia sanggup mengikuti kalimat ini..
Pukul 16.40 ia menghembuskan nafasnya yg terakhir..
“bu, bapak sudah tidak ada.” ujar dokternya. aku tau maksudnya tapi aku
masih tak percaya. Kutengok layar monitor yang terhubung ketubuh
suamiku. Tak ada lagi yang bergerak disana.
kudekap tubuh lemas suamiku.. ku kecup bibirnya, dan ku usap matanya…
“INNA LILLAAHI WAINNA ILAIHI ROOJIUUN.”
Aku termenung disampingnya tapi tak ada lagi air mata yang keluar. “ummi
ikhlas melepasmu bii, Allah telah memilihkan jalan terbaik buat kita.”
Selamat Jalan suamiku Andrie K Farid …… jemput aku dan anak-anak nanti di pintu SurgaNya...