Dec 16, 2015

Jangan Menilai Orang Dari Ibadahnya Tetapi Nilailah Dari Perilakunya

BANYAK orang Indonesia yang mudah terkecoh atau tertipu penampilan. Misalnya, orang yang pakai gelar sarjana dianggap orang pandai, orang yang pakai gelar H/Hj atau Haji/Hajah dikira orang yang suci, orang yang punya rumah mewah dan mobil mewah dianggap orang suci. Koperasi simpan pinjam yang dikelola oleh seorang ustadz dikira orang jujur. 
Pengobatan yang dilakukan seorang ustadz dipercaya walaupun bayarnya mahal.  Pilih capres karena wajahnya ganteng. Pilih caleg karena janjinya indah sekali. Orang yang rajin beribadah atau rajin ke masjid dianggap orang baik-baik.  Mereka yang berpeci, berjilbab, bersurban, memakai jubah putih dianggap orang yang semua ucapannya layak dipercaya. Buntut-buntutnya mereka pembohong, penipu atau pelaku kriminal. Tak jarang juga mereka pengidap psikopat atau penderita sakit jiwa terselubung.

Apakah agama itu?

Agama adalah “pedoman perilaku”. Tidak lebih dari itu. Agama bukan pengubah perilaku. Agama bukan penentu perilaku. Baik tidaknya perilaku manusia tergantung manusia itu sendiri. Tidak ditentukan agamanya, ibadahnya, gelar sarjananya, gelar haji/hajahnya,pecinya atau jilbabnya. Perilaku manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri.

Banyak penipuan mengatasnamakan agama

Cukup banyak penipuan dengan kedok agama. Banyak yang berpenampilan sok suci, sok jujur dan sok bersih ataupun sok sopan. Mulai dari meminta sumbangan dengan dalih untuk pembangunan masjid, dari RT ke RT. Akan mengadakan acara ini acara itu atas nama agama. Pengobatan alternatif yang bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Menjual stiker-stiker agama, buku-buku agama. Mengadakan kegiyatan rukiyah atas nama agama.  Dan semua kegiatan agama dan atas nama agama tetapi punya-punya maksud menipu.

Kenapa masyarakat kita mudah ditipu?

Sebab, semua kegiatan yang mengatasnamakan agama dianggap benar-benar bertujuan baik. Apalagi ada “ajaran” umat beragama tidak boleh “suudzon”. Tidak boleh berprasangka buruk. Bahkan juga ada sikap “sami’ na wa atho’na yang mengatakan “saya mendengarkan dan saya melakukannya”, apa yang dikatakan guru agamanya dianggap benar dan diikuti. Apalagi masyarakat kita sangat mengharga profesi guru agama, ustadz atau ulama. Bahkan partai yang berazaskan agama juga dianggap benar-benar membawa aspirasi umat beragama, terutama umat Islam. Husnudzon atau prasangka baik masyarakat telah disalahgunakan oleh oknum-oknum yang mengaku guru agama, ustadz atau ulama. Semua tujuan yang baik ternyata hanya “kelihatannya” saja. Semua tujuan baik telah disalah gunakan.

Perlunya sikap berhati-hati

Tidak ada cara lain untuk menghindarkan diri dari penipuan yang berkedokkan agama atau profesi-profesi agama. Jika perlu bertanya kepada orang lain yang sudah punya pengalaman dan terbukti positif. Berhati-hati tidak sama dengan bersuudzon. Berhati-hati artinya “percaya” tetapi hanya “50%” dulu. Sebab, yang “50%” adalah hal-hal yang masih harus dibuktikan dulu berdasarkan saksi, bukti atau fakta.

Agama bukan untuk dikomersilkan

Ada baiknya semua umat beragama sadar bahwa agama bukanlah untuk dikomersilkan. Ayat-ayat suci bukan untuk diperjual belikan. Kalau alasannya “cari makan”, maka sebaiknya cari usaha lain yang halal. Cara-cara halal jumlahnya sangat banyak dan sangat terbuka lebar. Dunia usaha halal jumlahnya ada ratusan ribu usaha. Mulai dari yang tanpa modal, modal sedikit, modal sedang hingga modal besar. Yang penting ada kemauan dan semangat.

Banyak yang rajin beribadah tetapi perilakunya buruk

Cukup banyak orang yang rajin beribadah tetapi perilakunya buruk. Antara lain sirik. Pinjam uang tidak mau bayar. Suka mencela dan memfitnah. Berpenyakit hati (sombong dan lain-lain). Membenci agama lain, membenci suku lain dan semacamnya. Suka menyalahkan orang lain. Narsis berlebihan. Suka mengucapkan kata kasar, tak sopan dan tak senonoh. Suka berbohong atau menipu. Suka ingkar janji. Buang sampah sembarangan. Tidak disiplin berlalu lintas. Suka melanggar peraturan perundang-undangan. Korupsi, kolusi, nepotisme, suap,sogok,gratifikasi. Berbuat maksiat. Dan, perilaku buruk lainnya.

Sebaiknya pendekatan ke orang yang bisa dipercaya

Sebaiknya kita tidak mudah percaya kepada siapapun juga sebelum ada bukti, saksi dan fakta. Jika perlu, kita wajib bertanya kepada orang-orang yang benar-benar bisa kita percaya. Yang pasti jangan mudah terkecoh oleh penampilan seseorang. Jangan mudah terkecoh oleh agama atau ibadah seseorang. Nilailah orang dari perilakunya, dari kualitasnya, bukan dari yang lain-lain.

Dec 15, 2015

Sesuatu Yang Sempurna

“Jika engkau mencari orang yang sempurna untuk menjadi pendampingmu, umurmu akan habis sebelum menemukannya. Menikah itu saling berbenah.

Bukan setaranya jenjang pendidikan yang menjadikan suami-istri bahagia, tetapi penerimaan dan saling ridha yang jauh lebih berharga. Betapa banyak yang sama-sama tinggi jenjang pendidikannya, tapi ruwet pernikahannya. Bahkan sejak tahun awal pernikahan, sudah penuh dengan kisah pertengkaran.

Makin tinggi harapan tentang apa yang ingin kita raih dalam pernikahan, makin sulit merasakan kebaikan pasangan kita, meski ia sangat baik. Makin besar yang ingin kita perjuangkan dalam pernikahan, makin mudah kita menerima kekurangannya. Kita lebih berlapang dada untuk berbenah.

Inilah yang lebih penting untuk kita siapkan. Berapa banyak yang menikah dengan berbekal cinta menggebu, tapi segera kecewa usai bulan madu.”

Sifat Genit Merendahkan Harga Diri Seseorang Dan Harga Diri Pasanganya

Saya tuh orangnya, paling alergi sama laki-laki dan perempuan yang genit. Yang ganjen, lenjeh, whatever you named it lah.Genit ketika berpapasan dan memandang lawan jenisnya. Itu mataaa.. hobinya piknik kemana-mana. Or pas nunduk nemu duit di jalan. Bagusnya dipakein kacamata kuda aja nih yang model begini.

Genit dalam berkata-kata kepada lawan jenisnya. Baik di dunia nyata maupun maya. Kalo ketemu lawan jenisnya (apalagi yang kinclong) suka lempar senyum, cengar cengir geje. Kalo chatting suka kirim smiley, emot-emot unyu. Haha-hihi nggak penting. Sengaja milih kalimat yang bikin hati keruh, bikin lawan jenisnya ge-er. Malah terkadang sudah tidak sungkan-sungkan langsung chat ngeres yang berbau seks dan langsung aja saling kirim foto telanjang, yang perempuanya sudah gatel kirim pose telanjang tanpa ragu, iya kalau bodynya aduhhay atau semlohay kayak artis, lah ini bentunya syala...la..la..la loh, ya maklum sudah tante-tante beranak, tapi pede'nya abege abis. 

Genit dalam pergaulan dengan lawan jenis. Meremehkan ikhtilat. Meski sudah sama-sama menikah, tapi kelakuan mirip abege yang lagi puber. Nada suara mendayu-dayu sampai lirikan mata yang mengandung arti. Sampai yang lihatnya risih dan malu sendiri.Genit dalam banyak hal, atuhlah. Pokoknyamah bikin eneug yang lihat dan denger. Bikin polusi. Bikin pengen nyari baskom. Bikin pengen nyiram pake air seember biar bubar. 

Dari segi usia dan jam terbang, kita ini mah apalah apalah..”Wal’iyadzubillah..Semoga Allah jauhkan kita dan keluarga dari sifat yang demikian. Dan semoga semua laki-laki dan perempuan semacam itu segera diberi hidayah oleh Allah.That’s why saya wanti-wanti banget sama adik-adik perempuan saya, teman dekat saya, dan anak perempuan juga anak lelaki saya kelak:“Jangan mau dinikahi oleh pria atau wanita yang genit. Mau seganteng, secantik, setajir dan sepopuler apapun, kalo genit: Blacklist!” 

Makan ati banget lho punya pasangan yang nggak bisa jaga mata dan kehormatan diri. Sebagai pasangan kita akan dihantui rasa curiga terus menerus. Jangan-jangan, di belakang kita dia… bla bla bla. Apalagi bagi mereka yang “mengharamkan mutlak” pasangannya untuk membuka gadget dan barang-barang pribadinya. Banyak kejadian itu nyata di sekitar saya. Gadget selalu dipassword, disilent, disimpan dalam tas. Sampai kalo lagi mandi atau tidur, ada panggilan telepon atau SMS masuk, pasangan dan anak-anaknya nggak boleh ada yang buka, apalagi jawab. Kalo ketahuan ada yang buka, bisa marah besar.Tanda tanya dong.. Kalau memang nggak ada “sesuatu” kenapa harus se-ekstrem itu coba? Kalo memang isinya biasa-biasa saja, tidak ada yang perlu ditutupi, kenapa harus paranoid banget, khawatir pasangannya tahu isi gadgetnya? Aha! Meski tidak semua orang yang strict soal privacy gadget itu menyembunyikan sesuatu, tapi yang seperti itu ada dan nyata. 

Seseorang yang genit, secara tidak sadar, ia merendahkan harga dirinya dan harga diri pasangannya. Iya, sifat genit itu merendahkan harga diri seseorang plus harga diri pasangannya, menurut saya. Bikin malu diri sendiri dan pasangan.Tapi nggak tau juga ya kalau memang rasa malu itu sudah hilang dalam dirinya. Padahal rasa malu itu adalah bagian dari iman. Jika rasa malu seseorang telah hilang, maka imannya layak untuk dipertanyakan. 

Nasehat ulama terdahulu: “Jika engkau tidak malu, maka berbuatlah sekehendak hatimu.”Sifat genit adalah musibah. Ia membuka peluang untuk terjadinya zina. Betapa banyak perselingkuhan dimulai dari longgarnya hijab antara laki-laki dan perempuan, yang berujung kepada hilangnya rasa malu. Ketika bahaya ikhtilat mulai diremehkan, ketika itulah pintu perselingkuhan mulai terbuka lebar. 

Honestly, saya pribadi lebih suka dibilang, “perempuan galak dan perempuan tidak ada basa basinya", daripada dibilang“perempuan genit”, ihh amit-amit. Kalau di tempat kerja saya, saya terkenal orang yang paling tidak ramah dan galak, haha..., karena bagi saya memposisikan ramah apa tidak saya tempatkan ke posisi yang pas dan benar, kalau menurut saya orang yang genit sama saya, itu sudah kurang ngajar, wajar dong kalau saya galak terus saya tendang, saya tidak bisa bersikap seperti teman saya yang ramah abis padahal itu sikap genit, itulah susahnya manusia yang tidak bisa membedakan antara genit dan ramah, saya mah cuma bisa tepuk jidad aja.

Demikianlah edisi curhat habis liat chat laki-laki genit dengan wanita genit di sebuah forum hari ini. 

Aku Rindu