Nov 2, 2018

Jangan Salah Memilih Pasangan

Seberapa banyak dari kita yang menikahdengan hati yang berbunga-bunga, penuh dengan bayangan berbagai kebahagiaan yang akan kita raih dalam lembaga yang disebut pernikahan? Tentu hampir sebagian besar dari pasangan yang baru menikah, membayangkan dan mengharapkan hal tersebut.
Tahun demi tahun pernikahan dijalani, ada yang menjalani dengan cukup merasakan bahagia, ada juga yang tidak terlalu merasa bahagia bahkan merasa ”terasing” di dalam relasinya dengan pasangan hidup. Ada yang merasa tinggal satu rumah dan tidur satu ranjang dengan orang yang sebenarnya tidak dia kenali lagi kepribadiannya. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Bahkan pernikahan yang diawali dengan langkah penuh kebahagiaan, banyak yang menjadi redup. Apalagi setelah tahun pernikahan memasuki usia diatas 10 tahun. Ada lelucon yang menggambarkan sbb: ” Jika kita ke restoran, dan melihat pasangan suami istri duduk makan bersama, kita bisa menilai sudah menikah berapa tahunkah mereka. Pernikahan di bawah 5 tahun maka suami istri tersebut masih makan dengan saling memandang penuh cinta, pernikahan di atas 5 tahun, maka suami istri tersebut sibuk mendiskusikan mengenai anak dan tidak membicarakan tentang diri mereka. Pernikahan di atas 10 tahun maka suami istri tersebut sibuk menyantap hidangan mereka, tanpa saling memandangatau berbicara”.
Manusia memiliki rasa bosan. Apapun yang kita miliki, cepat atau lambat kita dapat bosan. Pernahkan Anda mengidam-idamkan mobil baru atau handphone baru? Begitu bersemangat saat kita mendapatkan barang baru, tapi dengan berjalannya waktu, seberapa baguspun barang yang kita sudah dapatkan tersebut, timbul rasa bosan. Timbulnya rasa bosan ini berbeda-beda bagi setiap orang. Ada orang yang begitu telaten merawat mobilnya yang telah berusia lebih dari 10 tahun, ada yang baru 3 tahun sudah merasa ingin ganti mobil baru karena bosan.
Nah, lalu bagaimana dengan pasangan hidup? Pasangan hidup adalah partner yang kita pilih untuk mendamping kita hidup dari mulai kita masuk gerbang pernikahan hingga maut menjemput kita. Tidak ada yang tahu akan berapa lama, bisa beberapa tahun bahkan hingga puluhan tahun. Lalu mengapa, ada kakek nenek yang masih begitu anggun, akrab dengan cara yang elegan satu sama lain, saling mencintai, saling mengasihi, saling menghormati,saling memperhatikan di usia senja mereka? Di sisi lain, ada pasangan muda yang masih gagah dan cantik namun mereka bertengkar setiap hari seperti anjing dan kucing. Tidak henti-hentinya saling membenci, saling mencaci dan terkadang tidak malu mempertunjukkan hal itu di depan anak-anaknya bahkan di depan umum.
Apa sebenarnya yang salah? Tidak mudah menemukan jawabannya. Karena terkadang masalahnya adalah kompleks. Namun beberapa hal yang dapat diperhatikan agar kita jangan sampai menikah hanya untuk waktu yang sementara dan jangan sampai cinta yang kita bina pudar hanya dalam beberapa tahun adalah : JANGAN SALAH MEMILIH PASANGAN.

Tujuan Menikah

Menikah merupakan momen bersatunya dua individu dalam sebuah komitmen untuk hidup bersama, sehingga idealnya sebelum memutuskan untuk menikah keduanya perlu sama-sama memahami tujuan menikah dan memastikan diri matang dan siap, baik secara fisik, mental maupun materi sebagai bekal memasuki hidup baru yang disebut keluarga.
Banyak orang berpikir bahwa tujuan menikah adalah untuk bahagia, apalagi bila melihat temannya yang baru menikah dan terlihat bahagia. Namun, ketika Ia sendiri menikah dan tidak bahagia maka yang muncul penyesalan yang berujung pada perceraian.
Tujuan menikah juga bukan untuk terlepas dari rasa kesepian, dan juga bukan untuk sekadar menghalalkan kegiatan pemenuhan hawa nafsu seks, serta bukan untuk memenuhi tuntutan status sosial atau memenuhi  keinginan orang tua. Tujuan menikah sebenarnya adalah untuk menjalani sebuah proses penyesuaian diri dua insan agar saling mengerti dan memahami, serta saling mendukung dalam menjalankan peran masing-masing, dimana laki-laki menjadi imam atau kepala rumah tangga dan istri menjadi pendamping dan penolong untuk sama-sama membawa keluarga yang dibentuk menjadi keluarga sehat, sejahtera dan bahagia.   
Untuk memahami tujuan menikah tersebut perlu kedewasaan pikiran, dan kesiapan mental menghadapi kejutan-kejutan yang akan ditemui sepanjang perjalanan pernikahan serta membutuhkan modal yang cukup untuk memastikan bahtera rumah tangga yang dibentuk tetap dapat berlayar.
Meskipun kedewasaan tidak dapat diukur berdasarkan usia, namun secara psikologis tetap dapat terlihat bahwa menikah di usia dini lebih rentan mengalami risiko dibanding orang yang menikah di usia ideal (menurut BKKBN, perempuan di atas 20 tahun, laki-laki di atas 25 tahun).

Oct 31, 2018

Tentang Pernikahan

Berhentilah kawan. Berhentilah untuk mengkorelasikan pernikahan dengan kegalauan. Berhentilah, saya mohon. Karena pernikahan (bagi saya) adalah tentang sebuah cita-cita agung yang harus kita siapkan sedari sekarang.
Berhentilah teman. Berhenti untuk menghubungkan pernikahan dengan kelabilan.
Berhentilah, saya mohon. Karena jika saja engkau tahu, betapa bangganya orang-orang di luar sana dengan sistem pacarannya, lantas mengapa kita tak bangga dengan sistem pernikahan yang telah diatur dalam Islam? Kenapa harus, justru kita lah (kaum muslimin) yang “menjatuhkan” makna pernikahan itu sendiri?
Bagi saya… Pernikahan adalah tentang bagaimana engkau harus mengeja a.. ba.. ta.. tsa.. agar kelak keluarga yang engkau bangun adalah keluarga yang dinaungi cahaya Al-Qur'an.
Pernikahan adalah tentang bagaimana engkau harus berpayah-payah masuk ke dapur, lantas bersahabat dengan segala pernak-pernik didalamnya agar kelak engkau bisa memberikan nutrisi terbaik untuk mereka para penerus peradaban.
Pernikahan adalah tentang ilmu, tentang bagaimana engkau harus membolak-balik buku tentang psikologi lelaki dan perempuan, tentang perkembangan pada anak, tentang rumah tangga para shahabiyah…
Pernikahan adalah tentang bagaimana engkau harus mengurangi konsumsi makanan dan minuman yang kurang sehat sekalipun engkau sangat ingin mengkonsumsinya. Karena engkau tahu, engkau harus menyiapkan rahim yang kuat agar terlahir tujuh atau bahkan sepuluh para mujahid dan mujahidah.
Pernikahan adalah tentang bagaimana engkau harus menabung seperak demi seperak agar kelak engkau mampu memberikan nutrisi dan pendidikan terbaik untuk para pewaris kejayaan Islam…
Pernikahan adalah tentang bagaimana engkau harus belajar melunturkan ego, agar perahu yang akan dibawa bersama kelak tak karam di tengah jalan.
Pernikahan adalah tentang bagaimana engkau menyembunyikan keluhan dan menutupi kelemahan, pada mereka yang yang perlu penguatanmu…
Itulah mengapa, seorang Rasulullah membutuhkan Khadijah untuk mengemban amanah dakwah yang tidaklah mudah… Itulah mengapa di balik lelaki yang hebat selalu ada perempuan yang kuat…
Pernikahan adalah tentang bagaimana engkau belajar untuk menjadi ibu, untuk menjadi istri, untuk menjadi menantu, untuk menjadi kakak ipar, untuk menjadi adik ipar, untuk menjadi sahabat, untuk menjadi…
Karena pernikahan adalah tak sekadar penyatuan dua insan, melainkan penyatuan dua keluarga besar.

Tentang Sebuah Rasa

Seringkali hadir karena kita sudah mulai terbiasa dengan kehadiran seseorang.
Awalnya memang tak sadar bahwa obrolan-obrolan sederhana terus mengalir bersama waktu yang berlalu. Tapi sedikit saja ada jeda pada percakapan yang terus-menerus itu, kamu akan mulai merasakan sesuatu yang kamu sendiri tidak tahu.
Bukan. Sebenarnya bukan kamu tidak tahu. Kamu hanya tidak berani mengakui bahwa pelan-pelan kamu menumbuhkan harapan baru pada setiap percakapanmu dengannya.
Diam-diam kamu berharap dia akan terlebih dahulu memulai percakapan lagi denganmu. Menyambung satu per satu daftar panjang obrolan tak penting yang anehnya kamu anggap penting. Bahwa penting bagimu untuk menjaga agar obrolan-obrolan itu terus mengalir.
Akhirnya berbagai alasan kamu cari untuk menjaga komunikasimu dengannya agar terus terjalin. Anehnya, dia juga melakukan hal yang sama. Harapan yang kamu bangun pun mengakar dan telah tumbuh semakin kuat.
Pucuk dicinta ulam tiba?! Gayung bersambut?!
Aku harap, setelahnya, kamu tidak terjebak dalam romansa anak muda bernama pacaran. Aku harap, ikatan yang kelak kamu bangun bersamanya bernama pernikahan.

Oct 30, 2018

Merelakan

Manusia tidak akan bisa lepas dari yang namanya ujian. Maka, janganlah kita hindari atau berlari menjauhi. Tetapi, kita lalui dan hadapi. Dengan segala kemampuan yang kita miliki. Kemampuan berupa kesabaran dan kemampuan untuk merelakan.
Rela ialah berarti bertindak tanpa paksaan. Menyerahkan apa-apa dengan segala keikhlasan. Memberikan dengan sepenuh hati, karena tahu bahwa sesungguhnya kita semua hanya dititipi. Ya, pada kenyataannya memang tidak ada hal yang benar-benar kita miliki. Semuanya sejak awal adalah milik-Nya, Allah Sang Pencipta.  
Yang hilang, itulah yang kembali. Pergi kembali ke pemilik yang asli, Allah Yang Maha Mengetahui. Dia tahu mengapa kita perlu merasakan kehilangan. Dia tahu kapan yang tepat bagi kita untuk merasa kehilangan. Karena Dia tahu yang terbaik untuk kita semua. Karena Dia tahu apakah kita layak atau tidak untuk menerima yang lebih baik dari sebelumnya. 
Percayalah bahwa kedatangan tidak akan ada tanpa kepergian. Hal yang baru tidak akan ada tanpa kehilangan. Maka maknai segala apa yang kita relakan. Maknai segala peristiwa ataupun segala kejadian, Mungkin yang datang tidak sama dengan yang hilang, tetapi percayalah bahwa itu yang terbaik. Karena Allah tidak akan salah memberi hikmah. 
Merelakan segala yang hilang dan pergi berarti membuka pintu bagi yang lebih baik dan baru. Dunia aliran ujian, jangan berhenti memaknainya. - Salim A. Fillah

Aku Rindu