Jul 4, 2014

Harta yang Baik



Bagi saya, harta tidak semata pada materi, sesuatu yang berwujud benda berharga seperti uang atau logam mulia. Bagi saya, harta jauh lebih dari itu. Bisa berupa ilmu, bisa berupa teman-teman baik, bisa berupa apapun.

Penting bagi saya untuk mendapatkan harta-harta itu dengan cara yang halal. Kepercayaan yang saya imani pun mengajarkan demikian, bagaimana mendapatkan harta tidak hanya halal, tapi juga baik.

Tidak semua yang halal itu baik. Dalam hal ini, apakah saya mendapatkan harta berupa materi ini dengan cara yang baik? Bila sudah, apakah harta itu termasuk baik. Apakah harta itu berasal dari sumber-sumber yang baik. Apakah harta itu mendekatkan saya kepada Tuhan, baik ketika saya berusaha mendapatkannya, ataupun ketika setelah saya mendapatkannya.

Begitupun dengan bentuk harta yang lain, teman-teman yang saya miliki apakah teman-teman yang baik? dari lingkungan yang baik? Apakah ketika saya berteman dengan mereka membuat saya semakin dekat kepada Tuhan atau sebalknya.

Ilmupun demikian, apakah saya mendapatkannya dengan jalan yang baik? Apakah ketika saya memilikinya, membuat saya semakin tunduk kepada Tuhan atau membuat saya menjadi pembangkang.

Harta yang baik akan memenuhi kehidupan. Bila saya memakannya, maka ia akan mengalir menjadi darah di dalam tubuh. Bila saya berteman dengannya, ia akan memenuhi setiap saya setiap hari.

Saya sudah berusaha berhati-hati dan menjaga setiap harta yang datang silih berganti. Setidaknya saya menjadi tahu bahwa ada saja cara untuk mendapatkan semua harta itu dengan cara yang baik.

Ukuran harta juga bukan pada apa yang saya simpan atau saya dapatkan, tapi seberapa banyak saya keluarkan untuk kebaikan. Sejauh mana materi yang saya miliki bisa digunakan untuk membantu orang lain. Sejauh mana ilmu saya bermanfaat untuk orang lain. Sejauh mana saya bisa menjadi teman/rekan yang baik untuk orang lain. Itulah sejatinya harta yang saya miliki.

Harga Sebuah Komitmen



"Mereka yang tidak berani berkomitmen adalah mereka yang sedang berencana meninggalkanmu sewaktu-waktu"

Cinta tidak akan cukup menjadi dasar untuk dua orang membangun sebuah kebersamaan. Cinta bisa hilang ditengah perjalanan, bisa hilang dimakan usia, berubah-ubah seiring waktu, seiring suasana hati, seiring situasi. Cinta boleh menjadi pemicu untuk membangun kebersamaan, menjadi bumbu dalam perjalanan. Tapi, bukan itu dasar dan akar dari sebuah kebersamaan. Melainkan sebuah komitmen.

Allah dalam kitabnya menyebutkan bahwa ada ikatan terkuat yang disebut sebagai mitsaqan ghaliza. Dan hanya ada tiga ikatan yang disebutkan dalam kitab suci, salah satu diantaranya adalah ikatan pernikahan. Tidak dikatakan disana bahwa mitsaqan ghaliza itu dibangun pada landasan cinta, tapi lebih jauh dari itu. Komitmen. Perjanjian antara kedua belah pihak. Dimana dalam pernikahan perjanjian itu diucapkan dalam ijab-qabul. Dicatat tidak hanya oleh negara, tapi juga para malaikat dan Allah. Ikatan yang luar biasa dampaknya. Ikatan yang mengubah sesuatu yang tadinya haram dilakukan menjadi halal dan berpahala. Ikatan yang memindahkan tanggungjawab kehidupan seorang manusia. Ikatan yang menalikan persaudaraan antara dua keluarga.

Komitmen tersebut diucapkan dan dipegang teguh oleh dua orang manusia. Keduanya memiliki komitmen untuk menjalani hidup bersama-sama. Tidak sekedar karena dia mencintaiku-aku mencintainya. Akan tetapi, lebih jauh dari itu. Bahwa sebuah ikatan itu akan melahirkan kewajiban dan tanggungjawab, melahirkan banyak sekali perubahan.

Aku belajar. Bahwa cinta tidak benar-benar cukup untuk membangun sebuah ikatan. Diperlukan sebuah keteguhan hati, kemantapan hati. Bahwa harus disadari pada perjalanan nanti akan banyak sekali hal yang menghadang, banyak sekali aral yang akan melintang. Pun, juga banyak godaan yang akan memperlemah cinta itu sendiri. Sementara manusia pada dasarnya memiliki kecintaan yang selalu berubah-ubah.

Lihatlah orang-orang pada masa lampau, mungkin di masa kakek nenek kita atau bahkan orang tua kita sendiri. Pada masa ketika apa yang dinamakan kebebasan belum kebablasan seperti sekarang. Mereka bisa menjalani pernikahan dan mempertahankannya. Meski pada masa lalu banyak sekali perjodohan, menikah karena dijodohkan. Namun, mereka sadar betul. Bahwa sekali ikrar, maka itu untuk seumur hidup. Itulah komitmen. Cinta mungkin tidak ada pada awalnya, tapi komitmen mereka untuk mempertahankan kebersamaan hingga akhir hayat tidak tertandingi.

Lihatlah hari ini. Ketika banyak sekali orang berbual akan cinta. Hingga ditengah perjalanan itu, cinta itu berubah atau hilang. Tidak semenarik dan semenegangkan ketika sebelum atau awal kebersamaan. Pada akhirnya mereka mudah sekali mengatakan cerai. Sama sekali tidak terlihat adanya komitmen. Melandasi sebuah kebersamaan dengan perasaan itu sangat rentan.

Orang seringkali melupakan komitmennya. Menganggapnya sebagai sesuatu yang usang atau terlalu melangit untuk dibicarakan. Padahal itulah inti dari ikatan-ikatan di dunia ini. Bahkan ikatan kita kepada agama yang masing-masing kita yakini juga sebuah komitmen. Kita memegang teguh dan mengimani, menanggung resiko ketika kita mengimaninya.

Dalam sebuah kebersamaan, komitmenlah yang akan menjaga keduanya tetap bersama. Bila hilang salah satu, maka lepaslah ikatan itu. Hubungan kebersamaan tidak akan berjalan baik apabila hanya diperjuangkan oleh salah satu pihak, tapi harus keduanya. Komitmen mengajarkan bahwa membangun sebuah kebersamaan akan selalu ada cobaan. Bila cinta itu hilang atau berganti, bila hal-hal lain diluar itu menggoyahkan kebersamaan. Komitmen mengingatkan kita bahwa apa yang kita jalani tidak hanya soal perasaan cinta, lebih jauh dari itu. Akan tetapi soal keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Ujian Hidup



Dalam ujian hidup ini, setiap manusia pasti memiliki harapan untuk mendapatkan manfaat atau menolak bahaya. Ini adalah suatu kewajaran, bahkan orang yang tidak berharap demikian perlu ditanyakan akal sehatnya. Namun dalam mewujudkan harapan ini manusia memiliki sikap dan jalan yang berbeda-beda, sesuai dengan keyakinan dan akidah mereka.  Dalam menjalani hidup ini. Akan ada saja kita temui orang yang baik dan menyukai kita, atau orang yang pura-pura baik tapi tidak menyukai kita, ada pula yang tidak baik dan tidak menyukai kita. Ada saja. Itu pasti didalam hidup kita. Dalam interaksi sosial manusia memang pandai memanipulasi sikapnya ke orang lain.

Dan dalam hal yang sama pula, banyak yang menganggapnya tidak penting, terutama untuk orang kedua dan ketiga. Ada yang memikirkannya begitu serius.  Aku sendiri menganggapinya tidak penting. Biarkan orang lain kelelahan menahan-nahan sikapnya, atau ketidaksukaannya kepadaku. Hal itu hanya akan menghabiskan energi  jika dilayani.

Biarkanlah mereka sibuk dalam pikirannya sendiri. Sibuk dengan asumsinya. Dan kita, tetaplah menjalani hari ini sebagaimana biasanya. Memberikan hal-hal baik dan menjadi orang yang tulus kepada semua orang. Berbuat baik kepada semua makhluk hidup.

Tidak perlu memusingkan sikap orang lain kepada kita. Selama kita Ber-husnu dzon, berbuat baik, dalam hidup akan selalu saja ada orang yang tidak suka dengan kita. Selalu ada saja yang jail, rempong, iseng menggoda, kadang sampai tega menjahati kita , semakin kita kekeh,cuek,alias kita tidak peduli masa bodoh, mereka semakin terus menyakiti kita, tapi ya memang seperti itulah hidup. Sampai kapan kita akan mengurusi hal-hal yang tidak begitu penting seperti itu.

Biarkan mereka lelah sendiri. Dan kita tetaplah menjadi pribadi yang terus menerus berbuat baik . Ber-husnu dzon, Hilangkanlah rasa pamrih, memberi sesuatu karena ingin mendapat sesuatu. Ketulusan bernilai sangat besar dalam membangun sebuah silaturahmi yang baik dan lebih erat.

Mari sibukkan diri dengan hal yang jauh lebih bermanfaat daripada memikirkan sikap orang lain kepada kita. Percayalah, bahwa sikapnya tidak akan berdampak besar terhadap hidupmu, kecuali kamu mulai membenamkan diri dalam asumsi-asumsi terhadapnya.

Akan selalu ada yang suka dan tidak suka. Itu pasti. Tapi, cara menyikapinya menjadi hak mutlak pilihan kita. Dalam hidupku keinginan yang selalu menjalin sebuah silaturahmi yang baik dan lebih erat. Tidak mencari musuh dan masalah atau mendendam.
Allah Azza Wa Jalla berfirman : Jadi andaikan saat ini kita bertubi-tubi disakiti orang lain, mending ingat-ingat saja bahwa dosa kita sedang disedot. Dan jalan keluar pasti ada karena orang sabar dan tawakkal akan diberi jalan keluar oleh Allah

Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminan tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata". (QS. al-Ahzab : 58). 
"Tidak akan masuk surga orang yang suka mengadu domba orang". (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi andaikan saat ini kita bertubi-tubi disakiti orang lain, mending ingat-ingat saja bahwa dosa kita sedang disedot. Dan jalan keluar pasti ada karena orang sabar dan tawakkal akan diberi jalan keluar oleh Allah
Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebagian kamu menggunjing sebagian yang lain". (QS. Al Hujurat 12)
Jadi andaikan saat ini kita bertubi-tubi disakiti orang lain, mending ingat-ingat saja bahwa dosa kita sedang disedot. Dan jalan keluar pasti ada karena orang sabar dan tawakkal akan diberi jalan keluar oleh Allah,Amin…..

Jul 3, 2014

Kesepian



Setiap manusia adalah kekosongan, mereka saling mengisi satu sama lain. Sekalipun seseorang terlihat ceria dan berparas cerah dikala bersama. Tidak seorang pun tahu bagaimana dirinya saat sendiri, mengalami kesendirian.
Diwaktu dia sendiri duduk di dalam kamar, sendiri sewaktu menunggu bis yang tak kunjung datang, sendiri waktu malam hari yang sepi, sendiri waktu berada ditengah keramaian.
Setiap orang adalah kesepian, menutupi kesepiannya dengan berjumpa teman dekat serta kerabat. Kesepian yang tidak bisa hilang di kala malam datang, dikala waktu sendiri datang. Selalu mencari cara untuk membunuh kesepian. Entah dengan bercanda atau bicara di dunia maya.
Tulisan adalah kata kata kesepian. Suara yang tidak keluar dan didengar siapapun. Berbicara dengan diri sendiri, atau mungkin mendengarkan diri sendiri. Kesepian adalah keniscayaan.
Ketika lahir pun seorang diri, matipun seorang diri. Sama-sama hidup di alam yang gelap seoarang diri. Kesepian ketika orang-orang dekat pergi, ketika waktu kebersamaan telah habis, ketika matahari tenggelam setiap hari.
Orang yang terbiasa dengan sepi akan jatuh cinta pada kesepian. Menyukai waktu-waktu yang tidak diganggu orang, menyukai perasaannya yang menjadi sendu, dan kesepian itupun menjadi candu. Agak mengherankan memang ketika seseorang begitu menikmati kesepian.
Laki-laki yang terlihat begitu gagahnya pun sejatinya adalah makhluk yang kesepian. Permpuan setegar apapun, juga makhluk yang kesepian. Kesepian yang hidup di dalam hatinya. Kekosongan yang tidak kunjung terisi.
Aku bertanya pada orang yang berlalu lalang. Dengan apa mengisi kosong, dengan apa membunuh sepi?
Orang-orang pun menjawab,”Dengan orang lain”.
Aku menjawab,”Aku tidak suka orang lain masuk ke dalam hidupku”.
Mereka menjawab lagi,”Jika begitu, jadikan dia tidak lagi sebagai orang lain dalam hidupmu”.

Langitpun Mendoakan Kesetiaan Suami Istri Ini



Ratusan tahun yang lalu, pada malam yang sunyi, seorang istri sedang menunggu kepulangan suaminya. Biasanya, sang suami tidak pernah pulang hingga semalam ini. Sang istri juga tidak tahu apa yang membuat sang suami belum sampai di rumah.
Dalam hati yang cemas dan bingung, sang istri menunggu dengan setia. Rasa kantuk dan lelah dia tahan demi menunggu kepulangan sang suami. Rumah yang sangat sepi dan tidak terlalu besar itu menjadi saksi betapa sang istri berjuang sekuat tenaga untuk menahan kantuk yang teramat sangat. Dengan setia.. dia terus menunggu dan menunggu. Teramat lama.. tetapi sang suami belum juga pulang.
Sang istri tidak ingin menunggu di dalam kamar, dia menunggu dengan menyandarkan punggung di pintu depan. Dia sangat mencemaskan suaminya. Doa demi doa dia panjatkan untuk keselamatan sang suami.
Tidak berapa lama, di luar sana, seorang laki-laki berwibawa datang, dialah sang suami yang sejak tadi ditunggu kepulangannya oleh sang istri. Ada beberapa hal yang harus dia selesaikan sehingga kepulangannya sangat terlambat.
Pria itu sangat lelah, ingin segera melepas kepenatan dan kantuk di dalam kamarnya. Tetapi saat dia ingin mengetuk pintu kamar, dia teringat akan istrinya. Istrinya pasti sudah tidur, jika dia mengetuk, istrinya akan bangun. Sang suami tidak sampai hati jika harus membangunkan istrinya di malam yang sangat larut. Diurungkan niat itu, dia tidak jadi mengetuk pintu.
Akhirnya sang pria melebarkan sorbannya, dia pakai sorban itu sebagai alas untuk tidur di depan pintu depan rumahnya. Udara yang dingin menusuk tidak dia hiraukan. Lebih baik sang istri tidur dan dia menahan dinginnya malam yang merasuk hingga tulang.
Tanpa diketahui, kedua insan tersebut saling tertidur di pintu yang sama, saling menunggu, saling setia. Sang istri tidak ingin tidur nyenyak sementara tidak tahu kapan suaminya pulang. Sedangkan sang suami, dia tidak ingin mengganggu tidur istrinya. Keduanya sama-sama merelakan tempat tidur yang nyaman demi sebuah kesetiaan dan cinta. Sang istri rela tidur di lantai demi menyambut kedatangan sang suami. Sedangkan sang suami, rela kedinginan teramat sangat dalam tubuh lelah demi tidak ingin membangunkan istrinya.
Jauh di atas langit yang tidak tergapai manusia
Ratusan malaikat mendoakan suami istri tersebut..
Betapa tulus dan suci rasa cinta keduanya. Saling mengasihi, saling mencintai, saling menyayangi dan menghormati. Keduanya melakukan dengan tulus, tanpa merasa berkorban atau dikorbankan.
Apakah kisah ini nyata?
Kisah ini terjadi pada Nabi Muhammad SAW dan istrinya Sayyidatuna Aisyah RA.
Semoga kita sebagai istri dan suami bisa meniru akhlak mulia tersebut :)


Aku Rindu