Memilih
adalah urusan yang kita hadapi setiap hari, sampai kapan pun. Maka tidak
berlebihan jika ada yang membuat rangkuman tentang keseluruhan hidup berbunyi
‘hidup adalah pilihan.’
Alam pilihan
bukanlah alam berisi dua warna tegas, hitam dan putih. Melainkan suatu alam
dengan beragam warna. Karenanya, akan selalu ada banyak kemungkinan pilihan.
Menentukan
pilihan tidak selalu mudah, bahkan mungkin tidak pernah mudah. Faktanya,
seringkali kita berhadapan dengan pilihan yang rumit. Ketika memilih, kita
tidak hanya berpikir tentang ‘ya’ atau ‘tidak’ tapi juga tentang berbagai
konsekuensi yang akan kita peroleh setelahnya.
Memilih
menjadi tidak mudah karena manusia terus menerus berpikir. Manusia diberi
kelebihan dalam aspek kognisi, yang membuatnya bisa menalar, berpikir logis,
mencari hubungan sebab-akibat, dan lain sebagainya. Ketika memilih, proses
berpikir pun berjalan.
Contohnya,
saat dihadapkan pada pilihan antara naik kereta atau bis, otak kita memproses
berbagai informasi, membandingkan kelebihan dan kekurangan dari kereta dan
bis : berapa waktu tempuhnya, berapa biayanya, bagaimana kenyamanannya.
Sampai otak akhirnya memilih satu yang menurutnya paling baik.
Karena proses
berpikir itu, kita pun memiliki alasan, dan karena alasan itulah kita
menentukan pilihan. Karenanya di balik semua pilihan yang kita ambil pastilah
ada alasannya. Bahkan saat alasannya hanya berupa “Karena ingin aja” itu pun
merupakan suatu alasan. Hanya saja, a lasan yang melatarbelakangi pilihan yang
diambil oleh setiap orang bisa berbeda-beda.
Misalnya,
mungkin saya dan kamu memilih mengenakan baju yang sama hari ini. Tapi alasan
kita berbeda. Saya memilih baju itu karena hanya baju itu yang sudah disetrika
di lemari saya, sementara kamu memilih baju itu karena kamu memang menyukainya.
Alasan
inilah, menurut saya, yang menentukan kekuatan dan kualitas dari pilihan yang
kita ambil.
Ada sebuah
ungkapan yang dikemukakan Profesor Albus Dumbledore dalam kisah Harry Potter.
Bunyinya :
"Pilihan
kitalah yang menentukan siapa diri kita."
Awalnya saya
sepakat dengan ungkapan itu. Namun, saya harus mengatakan bahwa kini saya sama
sekali tidak sependapat dengan ungkapan itu.
Benarkah
pilihan kita menentukan siapa diri kita? Menurut saya : TIDAK. Tidak
sesederhana itu.
Bukan pilihan
kita yang menentukan siapa diri kita, melainkan alasan yang mendasari pilihan
yang kita ambil. Alasan dari setiap pilihan kitalah yang menjelaskan siapa diri
kita.
Kembali lagi,
setiap pilihan lahir dari proses berpikir. Ada berbagai pertimbangan, ada
proses logika, sampai bisa melahirkan sebuah keputusan.
Tidak adil
rasanya jika kita langsung melihat pada hasilnya (pilihan yang diambil) tanpa
melihat proses dan alasan yang melatarbelakangi lahirnya pilihan tersebut.
Apalagi jika dari hasil tersebut kita tarik garis lurus dan menjadi sebuah
kesimpulan mengenai sosok seperti apa orang tersebut.
Sebagai
ilustrasi, tentu berbeda, seseorang yang memilih untuk beragama Islam dengan
alasan agar diizinkan untuk menikahi orang yang dicintainya dengan seseorang
yang memilih untuk beragama Islam dengan kesadaran penuh bahwa Islam adalah
satu-satunya agama yang diridoi Allah.
Tentu
berbeda, seseorang yang memilih untuk tidak mencontek saat ujian dengan alasan
takut pada pengawas dengan seseorang yang memilih untuk tidak mencontek dengan
alasan ingin menjaga integritas dirinya.
Hanya karena
Z memilih untuk menikahi orang yang baik, tidak serta merta menentukan bahwa Z
adalah orang yang juga baik. Kecuali pilihannya didukung oleh alasan yang
sesuai. Misalnya, karena Z ingin menjaga diri dari maksiat. Namun akan berbeda
jika alasan Z adalah karena ingin pamer pada teman-temannya.
Hanya karena
X memilih untuk menikahi seseorang yang (dalam pandangan orang) biasa saja,
tidak serta merta menentukan bahwa level X juga biasa saja. Mungkin saja X
beralasan ingin menjadi seseorang yang menghebatkan pasangannya itu, sehingga
kelak pasangannya menjadi seseorang yang luar biasa di masa depan. Kita baru
bisa menyimpulkan sebaliknya jika alasan X menikah misalnya hanya untuk
melengkapi status tertentu.
Dengan
melihat alasan-alasan tersebut, rasanya penilaian yang kita buat akan lebih
adil. Penilaiannya bukan hanya berdasarkan apa yang tampak, tapi juga
mempertimbangkan apa yang ada di baliknya.
Setiap proses
pengambilan pilihan ibarat suatu pertarungan. Kita tidak pernah benar-benar
tahu, sehebat apa pertarungan yang dihadapi orang lain dalam otak dan hatinya
saat harus membuat pilihan. Tapi kita pun mengalami betapa beratnya pertarungan
itu, bukan? Jadi ada baiknya kita melihat lebih jauh, sebelum menilai seseorang
berdasarkan pilihan yang dibuatnya.
Saat pemimpin
kita memilih kebijakan yang dalam pandangan kita merugikan kita, mungkin kita
perlu melihat lebih jauh. Jauh pada alasan yang ada di balik pilihan tersebut.
Agar kita bisa menilai lebih adil.
Saat kita
menyaksikan orang lain di luar sana memilih untuk menjadi pencuri, pembunuh,
rasanya kita tidak cukup bijak jika kita langsung menghakimi, padahal belum
mendengar dan melihat alasan yang mereka punya di balik semua itu.
Pilihan kita
tidak serta merta bisa menentukan siapa diri kita. Alasan yang mendasari
pilihan kitalah yang bisa menjelaskan siapa diri kita.
Karenanya,
dalam setiap kali membuat pilihan, milikilah alasan yang kuat. Berpikirlah
dengan jernih, libatkan pertimbangan-pertimbangan hatimu. Libatkan Allah dalam
setiap pilihanmu. Agar setiap pilihan yang kita ambil sesuai dengan rambu-rambu
Ilahi, dan mengantar kita pada jalan yang Allah ridoi.
Dan saat
melihat pilihan-pilihan yang diambil orang lain, jangan langsung mengambil
kesimpulan mengenai orang tersebut.
Bertanyalah,
lihatlah lebih jauh, dengarkan baik-baik alasannya kenapa mengambil pilihan
itu. Percayalah, semua orang punya pertarungan hebat dalam dirinya yang harus
ia hadapi saat menentukan pilihan. Dengan mengetahui alasan-alasan di balik
pilihannya, barangkali kita bisa lebih menghargai dan memanusiakannya,
sebagaimana kita pun ingin dihargai dan diperlakukan secara manusiawi.