Dec 11, 2014

Dengan Cara Kita Sendiri



Kita akan (saling) jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Tidak peduli orang lain mau berkata seperti apa, kita menikmati setiap waktu yang membuat jarak semakin dekat. Kita akan jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Bukan dengan banyaknya pesan yang dikirim, bukan pula dengan banyaknya bunga yang diberikan. Apalagi sekadar ucapan salam. Tidak ada semua itu.

Kita akan saling jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Dengan buku yang sama, yang kita baca. Dengan tulisan yang sama, yang kita tulis. Dengan tidak memberi tahu satu sama lain bahwa masing-masing kita sedang sibuk berdoa. Kita akan saling jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Tidak ada pertemuan yang sering, tidak pernah ada telepon yang berdering. Tidak ada semua itu.

Kita akan saling jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Dengan menulis catatan perjalanan rasa yang masing-masing kita miliki. Tidak bisa diterjemahkan oleh orang lain selain kita sendiri. Tidak akan dipahami maknanya kecuali oleh kita sendiri. Dan kita bahagia karena ternyata kita jatuh cinta dengan cara yang aman.

Kita akan saling jatuh cinta dengan cara kita sendiri. Tanpa memberi tahunya, tanpa pernah menyebut namanya di depan orang lain. Dan kita akan tetap berjalan dengan cara kita sendiri. Tidak peduli orang mau bilang apa. Kita menikmati setiap kali kita jatuh, setiap kali kita merasa aman bahwa cinta kita jatuh pada orang yang tepat.




Padamu Terletak Takdir



Bisa saja aku menyalahkan semua kejadian yang aku alami hingga saat ini. Bisa saja aku mempertanyakan mengapa Tuhan mengujiku seperti ini. Memberikanku keadaan yang membuatku susah payah, memberiku keadaan yang membuatku bahkan sulit untuk membuat keputusan.

Dulu, aku meresahkan setiap langkah kaki yang ku buat. Setiap keadaan yang mengelilingiku seolah-olah mengerdilkan pikiranku tentang keadilan-Nya. Aku mempertanyakan sikap-Nya yang seolah-olah pilih kasih. Mengapa aku terus menerus diberikan kegelisahan dan kesedihan bahkan kegagalan, sementara orang lain bisa tertawa lepas diatas kebahagiaannya. Aku terus menerus murung dan sekali lagi mempertanyakan keadilan-Nya.

Dulu, aku merasa aku adalah orang yang paling tidak bahagia. Karena aku tahu, hampir semua yang aku harapkan selalu dipatahkan. Entah dipatahkan oleh keadaan, entah oleh orang lain, atau aku patahkan sendiri karena aku takut untuk membuat pilihan.

Sampai hari ini aku menemukan jawaban atas semua perjalanan itu. Mungkin, bila aku tidak mengalami itu semua. Aku tidak akan pernah bertemu denganmu. Bahwa dulu ketika setiap langkah kaki yang ingin ku ambil, selalu dibelokkan. Bahwa mungkin, bila satu saja harapanku di masa lalu itu terjadi, mungkin aku tidak akan berada di sisimu saat ini.

Adalah kamu, seseorang yang membuatku merasa menjadi orang paling bahagia hari ini. Seseorang yang membuatku mengerti bahwa setiap keadaan yang terjadi di masa lalu itu menggerakkan langkah kakiku mendekatimu. Sayangnya aku dulu tidak tahu tentang semua itu. Mungkin bila aku tahu waktu itu, aku akan dengan senang hati melangkah meski langkah itu terus menerus dibelokkan.

Mungkin saat ini Tuhan tersenyum-senyum melihat kita berdua. Dulu aku mencaci-Nya, mempertanyakan keadilan-Nya. Kini aku memuji cara-Nya menggerakkan makhluk-Nya. Termasuk menggerakkan langkahku ini. Karena aku menemukan jawaban itu kini, takdir itu ternyata terletak padamu.


nb :

Untuk setiap orang yang merasa saat ini sedang bertanya-tanya tentang hidupnya sendiri, sedang mempertanyakan keadilan-Nya, dan sedang meresahkan masa depannya. Teruslah melangkah karena jawaban itu ada di masa depan :)



Dekat



Orang-orang baik itu sangat dekat, karena yang baik tentu saja adalah orang yang telah kita kenal. Tentu saja mengenalnya dengan baik. Mengenal karakternya baik ketika dia bahagia maupun terpuruk. Mengenal pilihan katanya saat berkata-kata. Mengenal cara berpikirnya ketika mengutarakan pendapat.

Orang-orang baik itu ada disekitar kita. Kita ajak berbicara setiap hari, mungkin pula melakukan perjalanan bersama. Entah sekadar jalan dari depan kampus sampai kelas, entah sekadar jalan dari kelas menuju kantin. Setiap hari kita dengar namanya, setiap hari kita temui dirinya. Entah berpapasan atau sengaja membuat janji pertemuan.

Orang-orang baik itu ada disekeliling kita. Mereka adalah teman-teman kita sendiri. Mereka adalah orang-orang yang telah terseleksi dari sekian milyar manusia untuk bisa dekat dengan kita dan kita bisa menerima keberadaannya. Kita mencarinya saat liburan, bahkan saat perpisahan. Kita berkomunikasi tanpa perlu takut ada asumsi. Kita tidak perlu saling bertukar CV untuk saling mengenal. Karena waktu telah membuat kita saling mengenal lebih dari cukup, lebih dari apa yang kita perlukan.

Sementara kita resah mencari seseorang untuk kita sanding, mencari sejauh mungkin, mencari yang baik-baik katanya. Hingga tak kunjung menemukan jawabannya. Apakah kata “teman” itu menjadikanmu membatasi kemungkinan. Bahwa orang-orang baik itu sesungguhnya ada di sekelilingmu. Mengelilingi hidupmu, ia mengenalmu dan kamu mengenalnya. Apakah kata “teman” itu membatasi keberanianmu untuk mengutarakan sesuatu dalam hatimu? Apakah kata “teman” itu menjadikanmu ragu untuk mengambil langkah yang lebih jauh dari sekadar teman.

Untuk apa mencari jauh-jauh bila ternyata disekelilingmu bisa kamu temukan, satu diantara sekian banyak teman yang kamu miliki. Satu diantara orang-orang baik itu. Satu diantara orang yang telah mengenalmu tanpa ragu. Kamu pun tidak perlu susah payah mengenalkan dirimu.

Apakah kata “teman” itu membatasi kemungkinanmu? Matamu mencari yang jauh-jauh padahal ia ada didekatmu. Kamu lelah melangkah sementara ia senantiasa membersamai langkahmu. Kapan kamu menyadari bahwa segala sesuatu itu mungkin dan bisa menjadi pasti.

Ia dekat, ia berada disekeliling. Ia adalah teman. Tidak ada salahnya kan?



Saling Mencari



Kisah ini adalah tentang dua orang anak manusia yang melakukan pencarian. Masing-masing melakukan perjalanan panjang, berliku, penuh dengan pertanyaan.

Kita tidak pernah akan tahu siapa yang ternyata mencari kita sampai kita bertemu dengan orang tersebut. Kita tidak akan pernah tahu siapa yang ternyata diam-diam mendoakan kita menjadi takdirnya sampai kita bertemu dengan orang tersebut.

Kita semua bergerak melakukan perjalanan dengan cara kita masing-masing, mencari dengan cara kita masing-masing, bertemu dengan caranya masing-masing. Ada yang tidak tahu (si)apa yang sebenarnya ia cari, ada yang tahu persis tentang (si)apa yang ia cari. Ada yang menempuh jalan terang benderang, ada yang harus melewati kegelapan. Meraba-raba dengan tangannya.

Kita semua digerakkan oleh keadaan. Digerakkan oleh usia yang beranjak naik, digerakan oleh kehidupan yang terus berganti. Meski kita ingin berhenti, alam membuat langkah kaki kita tidak bisa berhenti lama. Hanya sebentar, sejenak. Kita mungkin mengeluh mengapa tak kunjung bertemu hingga terasa semua daya telah digunakan, semua cara telah dipakai, semua jalan telah ditempuh. Rasanya berputar-putar pada satu pertanyaan yang sama; (Si)apa yang kita cari?

Kita akan terus mencari, saling mencari. Dan pada akhirnya kita akan bertemu dan tersenyum, karena kita merasa sama-sama menemukan. Tak ada satupun dari kita yang berdiam diri. Meski itu sebatas doa. Bukankah doa mampu menggerakkan takdir-Nya?



Akan Segera Tiba



Akan segera tiba hari-hari dimana seseorang dengan keimanannya dapat melembutkan hatiku. Seseorang yang dengan keteguhannya meruntuhkan tembok keegoisanku. Seorang lelaki yang ketulusnya tak dapat ku ingkari.
Dimana dihari seterusnya, kekurangan dari masing-masing kami yang membuat selalu rindu. Kekurangannya indah dimataku, begitu pula yang ada padaku.

Seseorang yang aku butuhkan bukan hanya aku inginkan. Lelaki yang menbuatku jatuh cinta berkali-kali. Akulah tempatnya berkeluh kesah, berbagi air mata, tawa dan pelukan. Tidak ada yang lain.
Aku lah satu-satunya perempuan yang namanya ia sebut dalam ijab qobul sekali seumur hidupnya.

Dengannya aku merasa aman dimanapun. Sedingin apapun, aku selalu merasa hangat dalam dekapnya.

Dibalik punggungnya nanti aku beribadah dan berdoa, dan diwaktu yang sama aku menjadi bagian dalam doa-doanya. Tangannyalah yang aku kecup setelah mengamini doa kami. Dan hanya keningku yang ia kecup.

Akulah nanti yang menjadi alasannya pulang, alasannya untuk tidak sering lembur, dan aku yang selalu ia ingat sekencang apapun godaannya diluar sana.

Dari rahimku nanti, akan lahir anak-anak sholeh dan lucu kami. Aku yang menjaga ketika ia sibuk bekerja, sedang ia yang akan mengajarkan anak kami untuk sholat dan mengaji.

dari : tanpapena.


Aku Rindu