Salah
satu hal yang hampir pasti datang pada setiap wanita setiap bulannya adalah
haid. Beberapa wanita masih ragu perihal apakah haid mereka sudah berhenti
atau belum. Amatlah sayang jika seharusnya sudah bisa berpuasa, tetapi karena
ketidaktahuan, ada di antara kita yang tidak berpuasa lantaran dikira masih
dalam masa haid.
Kapan
sebenarnya haid berakhir?
Dalam
kitab Shahih-nya, Imam Bukhari membuat satu bab khusus masalah ini,
dengan judul Iqbal Al-Mahidh wa Idbarihi (Bab tentang Datang
dan Berhentinya Haid).
Dalam
bab tersebut, beliau membawakan atsar:
Bahwa
dulu para wanita menemui Aisyah radhiyallahu ‘anha dengan membawa tas
kecil berisi kapas yang ada shufrah (cairan kekuningan). Kemudian
Aisyah mengatakan.
لاَ
تَعْجَلْنَ حَتَّى تَرَيْنَ القَصَّةَ البَيْضَاءَ
“Jangan
kalian terburu-buru, sampai kalian melihat al-Qasshah al-Baidha’.”
Bukhari
mengatakan: “Maksud Aisyah adalah (jangan buru-buru merasa telah) suci dari
haid.” (Shahih Bukhari, 1:71).
Terdapat
beberapa pendapat ulama tentang makna al-Qasshah al-Baidha’ pada keterangan
Aisyah di atas, yakni
Pertama, al-Qasshah
al-Baidha’ adalah kapasnya masih utuh putih sebagaimana serpihan batu bata
putih. Sehingga maksud perkataan Aisyah adalah ‘jangan kamu terburu-buru
menganggap sudah suci sampai kamu melihat kapas yang dimasukkan ke farji
itu bersih (tetap putih) tidak ada bekas darahnya dengan berbagai macam
warnanya, termasuk sufrah’.
Penafsiran ini diberikan Ibnu Rajab dan
beberapa ulama lainnya.
Kedua,
al-Qasshah al-Baidha’ adalah cairan putih yang keluar sebagai
tanda berhentinya haid. Tafsir kedua ini merupakan tafsir Imam Malik,
az-Zaila’i, dan beberapa ulama lainnya. Sehingga maksud Aisyah adalah
bahwasanya tanda sucinya haid itu dengan keluarnya cairan putih. (Mausu’ah
Kuwaitiyah 2:12197 dan Syarh Shahih al-Bukhari Ibn
Rajab 2:126).
Kesimpulan
yang lebih tepat dalam hal ini bahwa makna al-Qasshah al-Baidha’ memuat
dua makna di atas. Karena tidak semua wanita memiliki tabiat yang sama ketika
haid.
Bagi
wanita yang memiliki kebiasaan mengalami keputihan paska haid, maka berhentinya
haid ditandai dengan keluarnya cairan itu.
Sementara
bagi wanita yang tidak mengalami keputihan pasca haid maka indikator
berhentinya haid adalah kepastian tidak ada lagi cairan yang keluar. Sehingga
ketika dibersihkan dengan kapas maka kapas itu masih putih seperti semula. (Fatwa
Islam, no. 5595)
Keluar Cairan Setelah Suci
Jika
setelah datang tanda suci, dengan salah satu indikator di atas, kemudian muncul
cairan keruh atau kekuningan, atau kecoklatan maka tidak dihitung sebagai haid. Sehingga
tetap berkewajiban shalat, puasa, sebagaimana layaknya wanita suci.
Ini
berdasarkan keterangan Ummu Athiyah radhiyallahu ‘anha, beliau
mengatakan:
كُنَّا
لَا نَعُدُّ الْكُدْرَةَ، وَالصُّفْرَةَ بَعْدَ الطُّهْرِ شَيْئًا
Kami
tidak menganggap cairan keruh atau kekuningan setelah suci sebagai bagian dari
haid.
(H.R. Abu Daud 307 dan di-shahih-kan al-Albani).
Kesimpulan
Cairan keruh atau kekuningan yang bersambung
dengan haid, dihitung sebagai haid. Dan baru dikatakan haid berhenti jika
keluar cairan putih atau tidak keluar cairan apapun. Cairan keruh atau
kekuningan yang muncul setelah haid berhenti, baik dengan keluarnya keputihan
atau sudah tidak lagi keluar cairan.
Allahu
a’lam
By
Ustadz Ammi Nur Baits