Jun 7, 2017

Keluarga Yang Utama

Serius! jika waktu-waktumu habis dengan pekerjaan rutinitas yang itu-itu saja. Lama-kelamaan otak akan mati, hanya sibuk mengerjakan tanpa hati. Nuranimu yang terdalam akan meronta. Menuntut pengembangan diri yang memang seharusnya bisa kau lakukan lebih baik.

Bagi ibu rumah tangga, pekerjaan rumah memang tidak pernah ada habisnya. Tapi jika kau terus saja merapikan rumah, lupa bagaimana menerapkan ilmu parenting yang sudah kau pelajari dari buku dan kelas online. Percuma. Kau ada di dekat anak, tapi tak membersamainya. Sibuk main sosial media, kepo, baper lihat kehidupan orang lain. Naudzubillah.

Bagi ibu kantoran, pekerjaan dari bos memang setumpuk gunung. Tapi jangan lupa tugas utama tetaplah sebagai istri dan ibu. Jika sudah pulang ke rumah, maka bersikaplah profesional sebagai ibu yang penuh kasih sayang. Jangan pernah bad mood urusan kantor kau bawa sampai di rumah. Perkara bersih-bersih bisa didelegasikan ke asisten, tapi soal mendidik anak selamanya tanggungjawabmu.

Bagi ibu owner online shop, customermu memang penting tapi mereka bukanlah raja bagimu. Rajamu tetap lah suami dan anak-anakmu. Jangan sibuk melayani customer, sedangkan keluarga tak terurus. Ingat kan tujuan yang kau banggakan saat mendirikan online shop adalah bisa kerja dari rumah dan mengurus keluarga sendiri. Jangan sampai kebolak-balik. Prioritas customer lebih penting dari keluarga. Duh.

Jadiii…

Belajar lagi. Manajemen waktu, skala prioritas, dan terpenting diskusi dengan pemimpin keluarga: suami.

Jun 6, 2017

Dalam Pernikahan, Cinta Itu Hanya Bumbu

Kata siapa cinta itu yang paling penting dalam pernikahan?
Yang bilang kayak gitu, berarti ada 3 kemungkinan; antara dia belum menikah, belum lama menikah, atau beruntung karena rumah tangga nya baik-baik saja (dalam artian tidak diuji oleh perbedaan dengan pasangannya, atau udah menjalani 3 hal di bawah ini).

Menurut saya, ada 3 hal utama dalam pernikahan, yang kalau diurutkan:
1. Komunikasi
2. Kerjasama
3. Komitmen
Kenapa begitu?

1. Komunikasi. Semua hubungan butuh ini. Gak cuma suami istri; teman, pacar, orang tua dan anak, bos dan pegawainya juga butuh, tapi mungkin komunikasi itu paling penting dilakuin buat hubungan suami istri. Gak bisa main kode kodean. Kalo masih pdkt dulu okay lah ya main kode kodean karena masih malu-malu ngomong. Tapi sama suami istri, apa yang dibikin malu? You even have seen each other naked! You have seen each other’s sleeping faces, and smell each other’s morning breath. Udah sampe kayak gitu, kenapa masih ada yang ditahan tahan? Jadi, jujur aja sama pasangan, masalah serumit apapun, dan kalau terlanjur bikin salah, yakinlah kalau jujur dan tulus minta maaf pasti pasangannya mau maafin.
Kenapa ini ada di urutan pertama? Kalau gak ada komunikasi, 2 aspek lainnya ya gak bakal jalan. Itu aja sih. Laki-laki itu bukan berarti cenayang. Dan meski lebih peka dari laki-laki, perempuan juga bukan berarti cenayang.

2. Kerjasama. Ini aspek yang kedua terpenting. Kenapa? Sifat, kebiasaan, dan prinsip orang itu beda beda, sesuai bagaimana dia dididik dan bagaimana kepercayaan dia terhadap sesuatu. Hampir pasti ada ketidakcocokan. Jadi kerjasama itu penting. Suami yang kerja, istri yang urus rumah? Oke. Istri masak, suami cuci piring? Boleh. Istri urus anak senin-jumat, suami urus anak pas weekend? Tjakep juga. Yang penting ada kerjasama pada semua beban rumah tangga yang dibagi sama rata, sama ratanya tentu saja sesuai definisi, parameter, dan pandangan tiap tiap pasangan. Ada yang gak cocok? Merasa bebannya berat sebelah? Ya dibicarakan! Balik lagi ke komunikasi.
“ah masa masalah sehari hari aja harus dibicarakan detail.”
“Tapi aku cinta pasanganku, aku gak mau masalah kayak gitu doang diomongin. Gak enak.”
“Aku gak mau jadi beban untuk pasanganku.”
Like I said before, you even have seen each other naked. And I meant your body. It’s time for him/her to see your naked self (or soul?) too.
Percayalah, semua ketidak cocokan, sekecil apapun, kalau dibiarin sampai bertahun tahun pasti jadinya capek. Justru kalau udah capek, orang cenderung nyerah dan gak mau mengubah kebiasaan. Jadi kalau baru menemukan suatu ketidak cocokan ya segera dibicarakan. Jangan dipendam selama bertahun tahun sampai capek dan akhirnya menyerah.

3. Komitmen. What’s this trivial and lame word doing here? Gini, pernah denger istilah taubat sambel? Atau anget-anget tai ayam? Yap, percuma kalo sebuah pasangan udah saling berjanji untuk bekerja sama dan saling berkomunikasi, tapi ujung-ujungnya meributkan lagi hal yang sama. Balik lagi ke titik 0. Kenapa? Karena gak punya komitmen! Kesalahan yang sama diulang lagi diulang lagi. Baru bentar padahal. Ya percuma komunikasinya dan kerjasamanya kalau cuma ngomong doang, tanpa komitmen untuk melakukan itu sampai maut memisahkan.

Ini bukan curhat tentang pernikahan saya sendiri loh ya, tapi terlalu banyak cerita tentang pernikahan orang lain (tentunya yang sudah lebih lama dari saya) yang banyak konflik, dan beberapa konfliknya berkembang, gara-gara menyepelekan 3 hal tadi. Sedikit-sedikit lama lama menjadi bukit. Memang hal yang kelihatannya kecil, “ah masa semua hal harus diceritain” “ah masa dapet duit segini doang harus diomongin” “ah masa masalah begini doang harus dimusyawarahin” “duh masa ketemu cewek/cowok ini aja harus cerita”
dibalik “duh kok (suami) gak mau bantuin saya di rumah, gak tau apa capek ngurus rumah” pasti ada penjelasannya dan win win solutionnya.
dibalik “duh kok (istri) galak banget sih, gak tau apa pulang kerja capek” pasti ada penjelasannya dan win win solutionnya.
Itu kalau dalam pribadi keduanya sadar dan mau melakukan 3 hal tadi.

Mungkin cinta itu penting untuk menumbuhkan rasa ingin terus bersama sampai kedua orang memutuskan untuk menikah.
Tapi dalam pernikahan, cinta itu “bumbu”. Kalau makan ayam gak pake bumbu, ya gak enak. Tapi, 3 hal tadi itu ayamnya.
Kalau bumbunya gak ada, ayamnya tetep bisa dimakan. Kita tetep hidup, tapi ya hambar jadinya. Tapi kalau ayamnya yang gak ada, mana bisa hidup kalo cuma makan bumbu.
Dengan kata lain, “makan tuh cinta!”

Itu sih menurut saya, sebagai pengamat pasangan lain sebagai pembelajaran.

Jun 4, 2017

Memperjuangkan Hubungan

Dalam hubungan antara laki-laki dan perempuan, ibaratnya penentuan takdir mereka berada di atas sebuah titik tengah dalam suatu garis. Dan kemudian baik laki-laki dan perempuan berada di masing-masing ujung garis tersebut.

Untuk bertemu di titik tengah tadi, maka keduanya harus berjalan menempuh banyak hal sebelum takdir mempertemukan di tengah-tengah. Mereka sama-sama berjuang, sama-sama ingin bertemu, sama-sama ingin menjadi takdir satu sama lain.

Tapi salah satu yang paling menyedihkan dan sering terjadi adalah: masing-masing mereka merasa seolah hanya berjuang sendirian, merasa seolah tidak pernah diperjuangkan, di saat sebenarnya mereka sama-sama berjuang ke arah yang sama, menuju satu sama lain.

Akhirnya salah satu atau bahkan dua-duanya menyerah, karena melihat satu pihak tidak berupaya apa-apa. Pihak lain juga menatap sama, seolah hanya dia saja yang berusaha. Seolah perjuangan partnernya tidak tampak, dan seolah perjuangannya sendiri juga tak terbalaskan.
Mereka bisa saja sudah bertemu satu sama lain, punya perasaan satu sama lain, dan akhirnya punya rencana untuk hidup bersama satu sama lain.

Tapi apalah guna saling memperjuangkan, tapi tidak merasa sedang diperjuangkan
Dan takdir belum tentu punya perlakuan yang sama seperti yang kita rencanakan.

Banyak-banyaklah berdo'a, karena cuma do'a senjata kita dalam menembus dan menggetarkan langit, cuma do'a yang bisa menebus kemudahan dalam rencana kita di atas bumi, cuma do'a yang bisa membolak-balikkan hati kita dan orang yang kita cinta.

Aku Rindu