Nov 19, 2016

Perasaan Orang Tua Banyak Yang Mengkristal Menjadi Doa

“Terberat dari orang tua adalah melepas anak untuk menjadi dirinya sendiri. Makin membesar anak, makin menipis lucunya, makin menebal persoalannya. Aku rela pada penderitaanku tapi tak rela pada penderitaan mereka. Itulah kelemahanku. Di dalam diri anak terdapat harapanku. Inilah yang memberatkan hidupnya karena harapanku, bukan harapannya.

Anak-anak selalu menjadi anak kecil di mata orang tuanya, dan inilah yang membuat anak tak sabar ingin segera menjadi dewasa. Orang tua ingin anaknya bahagia dengan cara mengganggu kebahagiaannya.

Anak-anak sering menolak diajak diskusi orang tua. Maka diskusi sering kuganti doa. Anak sibuk kuliah saja sudah membuatku sepi. Apalagi kelak ia bekerja dan berkeluarga. Aku lepas dari keluarga, anakku lepas dariku. Orang tua sering meminta anaknya terbang tinggi sekaligus memintanya untuk terbang dekat-dekat saja.” [@Prie_GS]
Pernahkah engkau membaca gurat kecemasan dalam raut wajah orang tua? Empty nest. Kecemasan yang timbul dari diri orang tua ketika anak-anaknya sudah beranjak dewasa dan perlahan satu persatu meninggalkan rumah. Entahlah. Isi hati orang tua memang seringkali sulit diterjemahkan.

Takut jauh. Mungkin memang sudah isyarat naluri jika Ayah dan Ibu selalu dirundung sindrom takut jauh. Bisa jadi, karena mereka khawatir dilupakan. Sebab, bukankah kita terus sibuk merapal bilangan usia, mengejar mimpi-mimpi, dan merindukan jodoh yang-entah-siapa-dan-dimana.


Bersamaan dengan itu pula, ayah dan ibu pun diam-diam menyimpan kecemasan. Bagaimana jika sang mimpi besar telah berhasil menelan memori tentang keluarga, tentang rumah kecil pemiliknya. Bagaimana jika karir anak-anak yang telah setinggi langit, membuat mereka merasa berat kembali ke Bumi, tempat kerinduan Ayah dan Ibu bersemayam.

Bersamaan dengan itu pula, ayah dan ibu pun menyimpan ketakutan. Bagaimana jika si jodoh yang terus kita pertanyakan, akan benar-benar membawa kita pergi jauh dari sisi mereka. Bagaimana jika sang belahan jiwa membuat nama mereka tak lagi disebut-sebut, tiada lagi diingat. Bagaimana jika ayah dan ibu tak lagi sehati dan sejiwa dengan anak-anak yang seumur hidup telah menjadi belahan jiwanya.

Pernahkah Ayah dan Ibu meminta kita tetap berada di dekatnya. Pergilah, tapi jangan jauh-jauh, Nak. Katanya. Atau justru sebaliknya. Dengan sengaja Ayah dan Ibu membiarkan kita melanglang jauh. Jangan khawatir, Nak. Doa Ibu telah menjadi payung teduhnya. Bagaimanapun mereka merelakanmu pergi, menjaga jarak untuk tetap berdekatan denganmu ibarat suplemen masa tua. Agar mereka tetap kuat dari balik tubuh ringkihnya yang termakan usia. Biar bisa meyakinkan diri jika dirimu baik-baik saja, dalihnya. Biar dekat dengan cucu, elaknya.

Bukankah kita seringkali terjebak paradoks? Apa yang sebenarnya dekat, rasanya seperti amat jauh, sebab kita tidak pernah benar-benar menghargai kedekatan itu. Sedangkan mereka yang ditimpa keterpisahan jarak, justru terus merasa dekat, sebab mereka mampu memahami bahwa jarak adalah cara lain untuk menjaga. Perasaan orang tua terlalu banyak yang mengkristal menjadi doa, daripada mengudara bersama kata. Sayangnya, kita masih tergagap menerjemahkannya.

Jauh tidak selalu berarti terpisah jarak. Dekat tidak selalu berarti terus bersama. Ini hanyalah soal rindu yang ingin terus dijaga nyalanya. Dan tahukah, yang menjaga rindu itu tetap menyala adalah doa. Sebab, bukankah doa anak-anak yang shalih ibarat cahaya yang tak pernah padam?

Nov 18, 2016

Virus Bohong Yang Bisa Menular

Bohong adalah sifat yang ada pada manusia yang ditemui ketika di tengah kehidupan. Keberadaannya sering disejajarkan letak dengan kejujuran  karena jujur adalah kebalikan bohong. Mengenalkan konsep bohong lebih mengerti dengan mengenalkan jujur atau kebalikannya.

Sebenarnya apakah itu kebohongan? Apakah penyebabnya? Apakah kebohongan merupakan suatu penyakit? apakah dia menular?
Mungkin pertanyaan itu akan muncul bagi mereka yang cenderung memiliki perasaan yang lebih sensitif, namun dilain pihak hal diatas pastilah menjadi pertanyaan semua orang.
Intinya kebohongan itu adalah perilaku yang tidak jujur, baik itu perlakukan, perkataan maupun tindakan yang tidak sesuai anda hati dan juga ucapan, antara pikiran dan juga lisan semua tak saling memiliki keterkaitan dan juga alasan. saya kira anda semua sudah tau apa itu kebohongan.

Dan selain daripada itu, kebohongan yang selalu sering dilakukan pun dapat menimbulkan suatu kebiasaan yang disebut dengan Mythomania. Mythomania itu sendiri adalah kecenderungan berbohong yang dimaksudkan bukan untuk menipu/mengelabuhi orang lain, tetapi justru untuk membantu dirinya sendiri mempercayai/meyakini kebohongannya sendiri. Mythomaniac memiliki pesona yang mampu memanipulasi orang lain, ia pandai menemukan kalimat dan sikap yang tepat dengan tujuan supaya dicintai, demi mencapai tujuannya. Jelaslah kiranya kebohongan itu dapat menyebabkan penyakit jiwa yang cukup mengerikan. bukankah kita tidak mau seperti demikian ?!!

Lantas.. Apakah kebohongan dapat menular?
Pertanyaan seperti ini mudah saja kita terima, sebab seperti yang kita ketahui, setiap manusia/individu itu akan terbentuk kepribadiannya melalui berbagai media perantara salah satu diantaranya adalah keluarga dan lingkungan. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa jika seseorang hidup dalam lingkungan yang suka berbohong maka pribadi yang lain pun akan melakukan hal yang sama, karena ia mengira dan menyakini bahwa hal itu merupakan hal yang lumrah bagi diri dan kelompoknya. MENGERIKAN sekali.

Menurut saya yang namanya kebohongan itu bisa menular, lah menularnya kenapa? koq bisa? Karena ada kejadian, seseorang merasa di bohongi oleh teman baiknya, pasti kecewa donk yang namanya di bohongi, lah secara tidak sadar akirnya suatu ketika dia berbalik berbohong kepada teman baiknya, karena ingin membalas kekecewaanya, bagaimana rasanya di bohongi, lah akirnya menjadi suatu kebiasaan juga kan, dan hal itu tanpa di sadari oleh manusianya itu sendiri, jika di tegurpun dia tidak akan pernah merasa berbohong, karena sudah menjadi suatu kebiasaan, baginya bohong sedikit tidak menjadi masalah, dan tidak merasa beban, jadi dalam hal apapun pasti ada embel-embelnya kebohongan.

Suatu ketika ada cerita nih, saya kan lagi jalan berdua dengan teman saya, ceritanya mau belanja, awalnya bareng jalanya, ehh tiba-tiba ditengah perjalanan aku jalanya lebih cepat karena biar nyampe tujuan, akirnya pisah donk, lah temanku masih di belakang, masih lihat-lihat kanan kiri sambil pelan-pelan jalanya, nah sesampai temanku di tempat bertemulah dengan saya dan tiba-tiba dia berkata begini pada saya, "Eh..aku tadi masih minggirin kendaraan, tiba-tiba di panggil tukang parkirnya tuch". Lahdalah..ya spontan donk aku jawab, "Loh bukanya tadi jalan pelan karen masih lihat kanan kiri, lagian posisi kita waktu berpisah kan sudah di lantai dua. Helloooo..., lah dengan seperti itu kalau menurut saya gak perlu juga kan di embel-embeli dengan bohong, lagian aku juga gak nanya, mau telat mau lambat, awalnya saya sih santai aja, jadi jengkel karena di bohongi dengan kata-kata gak penting. Nah itu dia, sesuatu yang terbiasa menjadi kebiasaan dan tidak merasa beban, seandainya mau jujurpun juga gak masalah, malah enak, tapi karena sudah terbiasa bohong, mau ngomong apapun kalau gak ada bohong sedikit gak asik keless.

Sebenarnya bukan hanya kebohongan saja yang bisa menular namun sifat buruk lainya. sadar atau tidak sadar terkadang kita selalu mengikuti apa yang dilakuakn orang lain tanpa melalui proses penyaringan, bahkan dengan jangka waktu yang tidak pernah di sangka-sangka. maka berhati-hatilah dalam bersikap, terkadang kita tidak mengetahui dan tidak menyadari prilaku buruk orang lain yang kita lihat dan kita dengar suatu saat dengan waktu yang tidak bisa diperkirakan akan menjadi sikap kita. maka dari itu ingat, "bila kamu berteman dengan penjual parfum tubuhmu akan wangi, namun bila kamu bergaul dengan penjual ikan asin maka tubuhmu akan bau asin".

Nov 15, 2016

Menjadi Perempuan Harus Pintar

Sesuai kodratnya, perempuan akan menjadi ibu bagi anak-anaknya. Ini juga sekaligus menjadikan perempuan sebagai guru pertama bagi anak yang akan mengajarkan banyak hal, salah satunya sopan santun. Sebelum menginjak bangku sekolah, ibulah yang akan mendidik anak-anak. Nah, jika perempuan memiliki pendidikan dan pengetahuan (wawasan umum dan juga dasar agama) yang cukup baik, maka ia akan mampu memberi pendidikan dasar yang baik pula bagi anak-anaknya.

Bukan hanya ketika masih lajang, bahkan setelah menikah pun, perempuan sebaiknya tetap memiliki kemandirian. Setidaknya dalam mengurus segala pekerjaan rumah tangga, perempuan yang mandiri dan pintar tidak akan banyak bergantung pada suaminya. Perempuan yang pintar akan memahami pembagian tugas suami dan istri meskipun sama-sama bertanggung jawab terhadap kehidupan rumah tangga.

Sebagian perempuan menganggap bahwa pendidikan tinggi tidak penting karena perempuan seharusnya hanya menjadi ibu rumah tangga. Memang perempuan tidak wajib menempuh pendidikan setinggi-tingginya lalu bekerja di luar, terutama jika harus mengabaikan keluarga. Namun pendidikan tinggi dan pengalaman bekerja akan membuat perempuan memiliki pemikiran yang lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas. Jadi gak cuma pemikiran perempuan yang ecek-ecek.

Perempuan yang pintar akan mampu berdiskusi dengan baik dalam hal apapun, bukan hanya soal rumah tangga. Meski kemudian tidak lagi bekerja alias menjadi ibu rumah tangga, perempuan yang pintar akan menjadi sahabat diskusi yang baik bagi suaminya.

Selain itu, dengan pengetahuan dan pendidikan yang baik, perempuan memiliki kesempatan besar untuk mengembangkan potensi dirinya dan sekaligus menerima serta mempelajari hal-hal baru (yang biasanya akan menjadi peluang bisnis). Menjadi ibu rumah tangga bukanlah halangan bagi perempuan pintar untuk tetap mengembangkan ketrampilan dan minatnya.
 
Perempuan yang pintar cenderung lebih percaya diri dan mampu membuka dirinya untuk beradaptasi dengan lingkungan sosial, setidaknya lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

Aku Rindu