Apr 18, 2015

Ujian Kesetiaan



“Kalaulah ada yang lebih baik dari kamu. Itu hanya penilaianku saja. Pasti dia juga punya kekurangan yang mungkin tidak aku lihat. Toh mustahil ada manusia yang sempurna.

Maka.. ketika aku memutuskan untuk menggenap bersamamu. Kalaulah ujian yg datang adalah seseorang yg lebih baik dari dirimu. Aku tidak akan pernah meminta Allah untuk membuat ia menjadi milikku.

Tapi.. aku akan meminta agar Allah menjadikanmu lebih baik darinya. Dengan begitu, ketika ujian seperti itu hadir bukan membuat kita down, melainkan menjadi semangat untuk terus membenahi diri. Dengan begitu, hidup kita dan kebersamaan kita akan fokus pada perbaikan diri, keluarga, dan yang lebih luas. Dengan begitu, insyaAllah akan meningkatkan level kita dimata Allah SWT.

Semoga alasan itulah yang nantinya bisa tetap menguatkan kita. Bukan lagi sekedar komitmen atau rencana-rencana yang sudah kita susun dan sepakati bersama. Tapi lebih dari itu.

Karena setelah kita bersama-sama, kita sama-sama mempunyai tanggung jawab yang lebih besar. Bukan sekedar untuk menjaga komitmen. Bukan sekedar memenuhi janji yang telah kita buat. Tapi lebih dari itu.

Itulah yang membedakan antara cinta yang suci dengan keinginan memiliki semata.”


Waktu Itu



Entah ini hanya saya saja yang merasa, atau yang lainpun sebenarnya begitu… 


Akan ada masa dimana kepalamu sudah “eneg” untuk memikirkan soal asmara. Dimana hati kadang mual-mual bila diajak ke arah sana. 


Akan ada waktu dimana kamu difokuskan pada hal-hal lain seperti akademik, karir, bisnis, keluarga, kegiatan sosial, organisasi, dan apapun itu selain perasaan.


Lalu waktu itu adalah waktu dimana kamu ingin membuat hidupmu lebih baik lagi, hingga pada akhirnya tidak mengecewakan siapapun termasuk orang di masa depan yang tidak akan membuatmu enggan saat diajak bicara soal hati. 


Waktu itu adalah waktu yang sempurna untuk mengupgrade kemampuan dirimu, waktu dimana kerja keras bersatu dengan tekad dan doa yang senantiasa tertuju. Waktu yang membuatmu belajar banyak soal hidup. 


Hingga nanti akan ada waktunya, hati akan terbuka sendiri pada orang yang akan membuat waktumu ke depan lebih menantang lagi. Dengan dua kali beban, dua kali masalah, dua kali cobaan, tapi dua kali semangatnya, dua kali kuatnya, dua kali nikmatnya. 


Nikmati waktu itu—kini :)


Bersikaplah Apa Adanya



Tanpa kita sadari hidup ini bagai melewati jalanan yang penuh dengan berbagai rintangan menghadang. Sebagian orang terlena dan jatuh dalam kubangan rintangan hidup. Beban kehidupan yang berat alasannya. Padahal bukanlah itu salah satu penyebabnya. Penyebabnya adalah ketidakmampuan untuk jujur dan berterus terang dan bersikap apa adanya.  Berterus terang kepada siapa? Kepada diri sendiri, orang lain dan kepada Tuhan semesta alam.

Bersikaplah apa adanya. Ikuti suara hati dan jujur dan berterus terang kepada diri sendiri. Ketika kita menemukan kesulitan hidup, janganlah menolak apa yang dibisikan oleh suara hati kita. Saya yakin suara hati anda berbunyi "ayolah cari cara, tanyakan kepada orang lain". Namun karena sikap kita yang tidak jujur dan tidak mau jujur kepada diri sendiri, kita lebih memilih berpura-pura bisa daripada takut di bilang bodoh karena harus bertanya dan belajar pada orang lain.

Bersikap apa adanya, bukan hanya bagi diri sendiri tetapi juga orang lain. Sudah tidak dapat dipungkiri lagi bahwa semua manusia pasti membutuhkan orang lain untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan. Tidak mungkinlah manusia melakukan segala keinginannya seorang diri. Untuk itu kita harus bisa menjaga hubungan baik dengan setiap orang. Persahabatan ada karena sebuah keakraban, sedangkan keakraban muncul ketika ada sikap saling menerima satu sama lain, dan hanya dengan jujur dan bersikap terus teranglah kita akan bisa menerima satu sama lain.

Dan satu lagi, kita juga dituntun harus bisa jujur dan berterus terang kepada Tuhan. Ketika dilanda kesulitan hidup berterus teranglah akan kemampuan manusia yang serba terbatas. Mintalah keuatan dan pertolonganNya. Namun mereka banyak yang tidak jujur kepada Tuhannya. Ketika dilanda kesulitan hidup alih-alih meminta bantuan kepadaNya mereka justru menjauh dariNya dan mencari pertolongan selainNya. Harusnya jujur dan berterus terang lah bahwa walaupun kita makhluknya yang paling sempurna namun kita tetap saja lemah di hadapan Tuhan, hanya dengan pertolonganNya lah semua kesulitan itu bisa segera hilang dari hidup kita.

Kepura-puraan itu bagaikan bunga mawar plastik dengan kelopak dan warna sempurna, namun tak mewangi. Meski mawar asli tak seindah tiruannya dan segera layu. kita tetap saja menyukainya. Mengapa? Karena ada detak kehidupan alam di sana. Hidup dalam kejujuran adalah hidup alami yang sejati. Hidup berpura-pura sama saja membohongi hidup itu sendiri. Anda bisa memilih untuk hidup apa adanya; dan berhak menginjakkan kaki di bumi ini. Atau. hidup berpura-pura dalam dunia ilusi. Hidup dalam kepura-puraan tak memberikan kenyamanan. Bersikaplah apa adanya, apa adanya diri anda.

Apr 17, 2015

Hidup Ini



“Sahabatku

Setiap masalah walaupun Ia datang secara bertubi-tubi
itu semua bisa membuat kita menjadi orang yang bijak
bijak dalam mengambil keputusan dan tetap tenang berfikir
dalam menghadapi gelombang-gelombang kehidupan


Hidup adalah pilihan
seperti halnya Iman & kafir
setiap orang bebas memilih
untuk menjadi orang beriman
atau menjadi orang kafir
tapi semua resiko diri sendirilah
yang menanggungnya


Begitu pula dalam hidup didunia ini
Pilihan ada di tangan kita,
Untuk menjadi orang Kalah atau Menang
bukan orang lain,
jika pilihan ditangan orang lain
itu namanya pilihan orang lain
bukan begitu?


Hari ini mari kita sama-sama
menemukan hati yang indah dan tulus,
Bukan wajah yang Rupawan atau Menawan.
karena hati yang indah penuh dengan kebaikan
sedangkan wajah rupawan belum tentu demikian


Dalam hidup ini,
tidak semua yang indah itu selalu baik
tapi semua yang baik akan selalu indah
Semoga Renungan inspiratif singkat ini
bisa menginspirasi kita semua
untuk menjadi lebih baik
dalam menyikapi segala yang terjadi
dari masalah-masalah yang datang silih berganti^^”


Jatuh



Kita tidak pernah terbiasa untuk gagal. Mungkin benar kata Seth Godin.

People are not afraid of failure. They are afraid of blame.

Pada dasarnya, bukan kegagalan itu sendiri yang kita takutkan. Tapi ketika gagal, kita disalahkan, dihina, dan dihujani dengan perkataan “Kan udah dibilangin, rasain tuch gagal”.

Sayangnya, cemoohan dan perkataan itu justru sering datang dari orang-orang terdekat kita sendiri. Sahabat, pasangan, bahkan orang tua. Tidak, jangan salah sangka bahwa mereka tidak mendukung kita, justru itulah tanda cinta mereka.

Mereka tidak sanggup melihat kita terpuruk. Mereka tidak ingin melihat kita jatuh.

Tapi induk elang selalu berani melepaskan anaknya belajar terbang meski sayapnya belum benar-benar sempurna.

Dan induk owa membiarkan anaknya bergelayutan di tubuhnya, meski karena pegangannya yang belum kuat, ia harus mengangkatnya berkali-kali.

Dan ibu bapak kita, pernah melepaskan kita untuk selalu jatuh. Saat kita bayi dan memilih untuk berhenti merangkak, berjuang berdiri dan berjalan sendiri.

Mereka membiarkan kita jatuh. Kita jatuh, bangkit, jatuh lagi, dan bangkit lagi. Cinta menguatkan mereka untuk melihat kita jatuh, karena mereka tahu ada yang jauh lebih penting dari itu.

Saya kembali teringat memori Bruce Wayne ketika ia jatuh ke dalam gua di Wayne Manor.

Why do we fall? 

So we can learn how to pick ourselves up

Maka beranilah untuk jatuh. Karena dengannya kita belajar caranya bangkit.


Pendamping Hidup



Saat memilih pendamping hidup, ego seringkali mengajak memilih yang sedang dicintai. Atau memilih yang indah parasnya. Atau yang mapan finansialnya. Padahal cinta bisa beralih, indah wajah tak sejati, harta pun tak abadi.

Maka betapa bijak jika yang kau jadikan pedoman utama adalah akhlak dan ilmu. Saat memilih suami, bukan tampan yang jadi pilihan. Dia calon ayah. Seberapa mulia sifat yang akan diteladankan, seberapa luas ilmu apa yang akan dia ajarkan. 

Begitu pun saat memilih istri. Betapa banyak perempuan shalihah yang berhati mulia dan berilmu tinggi, namun tak kau pertimbangkan sama sekali hanya karena kemuliaan itu terbungkus raga yang menurutmu kurang menawan. 

Padahal perempuan shalihah, kelak jadi bidadari tercantik di surga-Nya. Anakmu lebih butuh ayah bunda yang baik akhlaknya dan tinggi ilmunya, dibanding ayah bunda yang indah parasnya. Indahnya akhlak menyatukanmu bukan hanya di dunia, tapi sampai surga-Nya.


Aku Rindu