Apr 13, 2015

Menjadi Perempuan



Aku tidak menggunakan kata ‘wanita’ di sini, melainkan perempuan. Mengapa demikian? Karena wanita pada hakikatnya ialah seorang perempuan yang sudah mapan, seorang perempuan yang sudah siap untuk menjadi panutan bagi penerusnya, dan seorang perempuan yang sudah konsisten akan perasaannya. Bagi yang merasa dirinya perempuan, mari kita sedikit berjalan-jalan.


Perempuan memiliki sebuah harta yang sangat berharga bagi dirinya sendiri, yakni hati. Sifatnya sangat lentur dan sedikit rapuh. Untuk menjadi perempuan tidaklah mudah, karena untuk menjaga hati dibutuhkan suatu benteng keyakinan yang sangat kuat.


Hati perempuan mengandung sebuah inti yang sangat fatal hubungannya dengan logika. Inti ini bernama perasaan. Bentuk fisik perasaan tidak dapat digambarkan secara detail. Yang aku tahu, perasaan seorang perempuan itu sangatlah labil. Tidak seperti ovum yang hanya menerima satu sperma dari jutaan sperma yang ada. Perasaan tidaklah demikian. Walaupun perasaan memiliki sifat selektif yang sangat ketat, tetapi tetap saja ia selalu memilih lebih dari satu jenis perasaan yang lain untuk berhak menjadi teman hidupnya. Jadi istilah lainnya, teman hidup seorang perasaan itu tidak bersifat permanen layaknya ovum dengan sperma.


Iya, menjaga sebuah perasaan itu tidaklah mudah. Apalagi jika ada ‘jenis perasaan lain’ yang mulai ‘menyenggol’ perasaan. Apakah kamu merasakan hal yang sama denganku? Menjaga kekonsistenan perasaan itu sulit. Sulit sekali.


Jatuh cinta merupakan salah satu jenis fenomena yang terjadi pada seluruh tubuh perasaan. Fenomena ini terkadang terjadi secara sempurna, namun tak jarang juga yang terjadi secara tak sempurna. Layaknya jatuh cinta diam-diam.


Aku jadi ingat salah satu kalimat yang ditulis pada salah satu novelnya, Rectoverso. “Aku jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu aku gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang aku sanggup menikmati bayangannya dan tidak akan pernah bisa aku miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang… sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang yang hanya bisa aku kirimi isyarat… sehalus udara, langit awan atau hujan.”


Iya benar. Entah mengapa, sulit sekali membedakan mana yang namanya jatuh cinta dan mana yang namanya kagum. Perbedaannya tipis sekali bukan? Aku salut pada manusia yang mampu membedakan secara jelas perbedaan tersebut.


Apakah kamu merasakan hal yang sama denganku, wahai perempuan? Saat dimana perasaan kita tidak memiliki hak untuk mendobrak 'jenis perasaan lain'—kita sebut ini sebagai perasaan kaum adam.


Entah reaksi perasaan kita yang terlalu cepat merespon atau apa sampai-sampai tak jarang dari kita yang merasa jenis perasaan lain memang merespon balik sinyal perasaan yang kita kirimkan. Geer. Iya, istilah lainnya geer—salah satu jenis penyakit hati perempuan dan ini dapat dengan mudahnya kambuh jika 'jenis perasaan lain’ sedikit mengirimkan virus kepada hati perempuan. Akibat dari stadium empat penyakit ini ialah menjadi korban PHP. Tak jarang kaum perempuan yang menjadi korban stadium empat penyakit geer ini.


Jadi, kita sebagai perempuan harus pandai membedakan pelabuhan mana yang pantas ataupun tidak pantas menjadi tempat peristirahatan perasaan kita. Kalau kita merasa belum menemukan pelabuhan yang cocok dan sreg, alangkah lebih baiknya untuk kita menitipkan hati kita kepada Sang Pencipta. Ingatkah kamu akan janji-Nya? Bahwa semakin tinggi kualitas diri kita, semakin tinggi pula kualitas pasangan kita.


Untuk menjadi perempuan memang tidak mudah. Untuk menjaga hati seorang perempuan juga tidak lah mudah. Jadi untuk kamu, kaum perempuan (dan kaum adam), jika ingin saling menjaga namun tak ingin saling menyakiti… alangkah lebih baiknya untuk menitipkan kembali perasaan yang telah muncul kepada-Nya. Karena Dia lah yang telah menciptakan bunga-bunga perasaan tersebut. Tenang saja. Tidak perlu kuatir. Tulang rusuk tidak akan pernah tertukar kok. :)


Aku Rindu