Aku tidak
menggunakan kata ‘wanita’ di sini, melainkan perempuan. Mengapa demikian?
Karena wanita pada hakikatnya ialah seorang perempuan yang sudah mapan, seorang
perempuan yang sudah siap untuk menjadi panutan bagi penerusnya, dan seorang
perempuan yang sudah konsisten akan perasaannya. Bagi yang merasa dirinya
perempuan, mari kita sedikit berjalan-jalan.
Perempuan
memiliki sebuah harta yang sangat berharga bagi dirinya sendiri, yakni hati.
Sifatnya sangat lentur dan sedikit rapuh. Untuk menjadi perempuan tidaklah
mudah, karena untuk menjaga hati dibutuhkan suatu benteng keyakinan yang sangat
kuat.
Hati
perempuan mengandung sebuah inti yang sangat fatal hubungannya dengan logika.
Inti ini bernama perasaan. Bentuk fisik perasaan tidak dapat digambarkan secara
detail. Yang aku tahu, perasaan seorang perempuan itu sangatlah labil. Tidak
seperti ovum yang hanya menerima satu sperma dari jutaan sperma yang ada.
Perasaan tidaklah demikian. Walaupun perasaan memiliki sifat selektif yang
sangat ketat, tetapi tetap saja ia selalu memilih lebih dari satu jenis
perasaan yang lain untuk berhak menjadi teman hidupnya. Jadi istilah lainnya,
teman hidup seorang perasaan itu tidak bersifat permanen layaknya ovum dengan
sperma.
Iya, menjaga
sebuah perasaan itu tidaklah mudah. Apalagi jika ada ‘jenis perasaan lain’ yang
mulai ‘menyenggol’ perasaan. Apakah kamu merasakan hal yang sama denganku?
Menjaga kekonsistenan perasaan itu sulit. Sulit sekali.
Jatuh cinta
merupakan salah satu jenis fenomena yang terjadi pada seluruh tubuh perasaan.
Fenomena ini terkadang terjadi secara sempurna, namun tak jarang juga yang
terjadi secara tak sempurna. Layaknya jatuh cinta diam-diam.
Aku jadi
ingat salah satu kalimat yang ditulis pada salah satu novelnya,
Rectoverso. “Aku jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu aku gapai
sebatas punggungnya saja. Seseorang yang aku sanggup menikmati bayangannya dan
tidak akan pernah bisa aku miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh,
sekelebat kemudian menghilang… sebelum tangan ini sanggup mengejar. Seseorang
yang hanya bisa aku kirimi isyarat… sehalus udara, langit awan atau hujan.”
Iya benar.
Entah mengapa, sulit sekali membedakan mana yang namanya jatuh cinta dan mana
yang namanya kagum. Perbedaannya tipis sekali bukan? Aku salut pada manusia
yang mampu membedakan secara jelas perbedaan tersebut.
Apakah kamu
merasakan hal yang sama denganku, wahai perempuan? Saat dimana perasaan kita
tidak memiliki hak untuk mendobrak 'jenis perasaan lain'—kita sebut ini sebagai
perasaan kaum adam.
Entah reaksi
perasaan kita yang terlalu cepat merespon atau apa sampai-sampai tak jarang
dari kita yang merasa jenis perasaan lain memang merespon balik sinyal perasaan
yang kita kirimkan. Geer. Iya, istilah lainnya geer—salah satu jenis penyakit
hati perempuan dan ini dapat dengan mudahnya kambuh jika 'jenis perasaan lain’
sedikit mengirimkan virus kepada hati perempuan. Akibat dari stadium empat
penyakit ini ialah menjadi korban PHP. Tak jarang kaum perempuan yang menjadi
korban stadium empat penyakit geer ini.
Jadi, kita
sebagai perempuan harus pandai membedakan pelabuhan mana yang pantas ataupun
tidak pantas menjadi tempat peristirahatan perasaan kita. Kalau kita merasa
belum menemukan pelabuhan yang cocok dan sreg, alangkah lebih
baiknya untuk kita menitipkan hati kita kepada Sang Pencipta. Ingatkah kamu
akan janji-Nya? Bahwa semakin tinggi kualitas diri kita, semakin tinggi pula
kualitas pasangan kita.
Untuk
menjadi perempuan memang tidak mudah. Untuk menjaga hati seorang perempuan juga
tidak lah mudah. Jadi untuk kamu, kaum perempuan (dan kaum adam), jika ingin
saling menjaga namun tak ingin saling menyakiti… alangkah lebih baiknya untuk
menitipkan kembali perasaan yang telah muncul kepada-Nya. Karena Dia lah yang
telah menciptakan bunga-bunga perasaan tersebut. Tenang saja. Tidak perlu
kuatir. Tulang rusuk tidak akan pernah tertukar kok. :)