Feb 5, 2015

Bukan Pilihan Kita Yang Menentukan Siapa Kita



Memilih adalah urusan yang kita hadapi setiap hari, sampai kapan pun. Maka tidak berlebihan jika ada yang membuat rangkuman tentang keseluruhan hidup berbunyi ‘hidup adalah pilihan.’

Alam pilihan bukanlah alam berisi dua warna tegas, hitam dan putih. Melainkan suatu alam dengan beragam warna. Karenanya, akan selalu ada banyak kemungkinan pilihan.

Menentukan pilihan tidak selalu mudah, bahkan mungkin tidak pernah mudah. Faktanya, seringkali kita berhadapan dengan pilihan yang rumit. Ketika memilih, kita tidak hanya berpikir tentang ‘ya’ atau ‘tidak’ tapi juga tentang berbagai konsekuensi yang akan kita peroleh setelahnya.

Memilih menjadi tidak mudah karena manusia terus menerus berpikir. Manusia diberi kelebihan dalam aspek kognisi, yang membuatnya bisa menalar, berpikir logis, mencari hubungan sebab-akibat, dan lain sebagainya. Ketika memilih, proses berpikir pun berjalan.

Contohnya, saat dihadapkan pada pilihan antara naik kereta atau bis, otak kita memproses berbagai informasi, membandingkan kelebihan dan kekurangan dari kereta dan bis : berapa waktu tempuhnya, berapa biayanya, bagaimana kenyamanannya. Sampai otak akhirnya memilih satu yang menurutnya paling baik.

Karena proses berpikir itu, kita pun  memiliki alasan, dan karena alasan itulah kita menentukan pilihan. Karenanya di balik semua pilihan yang kita ambil pastilah ada alasannya. Bahkan saat alasannya hanya berupa “Karena ingin aja” itu pun merupakan suatu alasan. Hanya saja, a lasan yang melatarbelakangi pilihan yang diambil oleh setiap orang bisa berbeda-beda.

Misalnya, mungkin saya dan kamu memilih mengenakan baju yang sama hari ini. Tapi alasan kita berbeda. Saya memilih baju itu karena hanya baju itu yang sudah disetrika di lemari saya, sementara kamu memilih baju itu karena kamu memang menyukainya.

Alasan inilah, menurut saya, yang menentukan kekuatan dan kualitas dari pilihan yang kita ambil.

Ada sebuah ungkapan yang dikemukakan Profesor Albus Dumbledore dalam kisah Harry Potter. Bunyinya :

"Pilihan kitalah yang menentukan siapa diri kita." 

Awalnya saya sepakat dengan ungkapan itu. Namun, saya harus mengatakan bahwa kini saya sama sekali tidak sependapat dengan ungkapan itu.
Benarkah pilihan kita menentukan siapa diri kita? Menurut saya : TIDAK. Tidak sesederhana itu.

Bukan pilihan kita yang menentukan siapa diri kita, melainkan alasan yang mendasari pilihan yang kita ambil. Alasan dari setiap pilihan kitalah yang menjelaskan siapa diri kita.

Kembali lagi, setiap pilihan lahir dari proses berpikir. Ada berbagai pertimbangan, ada proses logika, sampai bisa melahirkan sebuah keputusan.

Tidak adil rasanya jika kita langsung melihat pada hasilnya (pilihan yang diambil) tanpa melihat proses dan alasan yang melatarbelakangi lahirnya pilihan tersebut. Apalagi jika dari hasil tersebut kita tarik garis lurus dan menjadi sebuah kesimpulan mengenai sosok seperti apa orang tersebut.

Sebagai ilustrasi, tentu berbeda, seseorang yang memilih untuk beragama Islam dengan alasan agar diizinkan untuk menikahi orang yang dicintainya dengan seseorang yang memilih untuk beragama Islam dengan kesadaran penuh bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang diridoi Allah.

Tentu berbeda, seseorang yang memilih untuk tidak mencontek saat ujian dengan alasan takut pada pengawas dengan seseorang yang memilih untuk tidak mencontek dengan alasan ingin menjaga integritas dirinya.

Hanya karena Z memilih untuk menikahi orang yang baik, tidak serta merta menentukan bahwa Z adalah orang yang juga baik. Kecuali pilihannya didukung oleh alasan yang sesuai. Misalnya, karena Z ingin menjaga diri dari maksiat. Namun akan berbeda jika alasan Z adalah karena ingin pamer pada teman-temannya.

Hanya karena X memilih untuk menikahi seseorang yang (dalam pandangan orang) biasa saja, tidak serta merta menentukan bahwa level X juga biasa saja. Mungkin saja X beralasan ingin menjadi seseorang yang menghebatkan pasangannya itu, sehingga kelak pasangannya menjadi seseorang yang luar biasa di masa depan. Kita baru bisa menyimpulkan sebaliknya jika alasan X menikah misalnya hanya untuk melengkapi status tertentu.

Dengan melihat alasan-alasan tersebut, rasanya penilaian yang kita buat akan lebih adil. Penilaiannya bukan hanya berdasarkan apa yang tampak, tapi juga mempertimbangkan apa yang ada di baliknya.

Setiap proses pengambilan pilihan ibarat suatu pertarungan. Kita tidak pernah benar-benar tahu, sehebat apa pertarungan yang dihadapi orang lain dalam otak dan hatinya saat harus membuat pilihan. Tapi kita pun mengalami betapa beratnya pertarungan itu, bukan? Jadi ada baiknya kita melihat lebih jauh, sebelum menilai seseorang berdasarkan pilihan yang dibuatnya.

Saat pemimpin kita memilih kebijakan yang dalam pandangan kita merugikan kita, mungkin kita perlu melihat lebih jauh. Jauh pada alasan yang ada di balik pilihan tersebut. Agar kita bisa menilai lebih adil.

Saat kita menyaksikan orang lain di luar sana memilih untuk menjadi pencuri, pembunuh, rasanya kita tidak cukup bijak jika kita langsung menghakimi, padahal belum mendengar dan melihat alasan yang mereka punya di balik semua itu.  
Pilihan kita tidak serta merta bisa menentukan siapa diri kita. Alasan yang mendasari pilihan kitalah yang bisa menjelaskan siapa diri kita.

Karenanya, dalam setiap kali membuat pilihan, milikilah alasan yang kuat. Berpikirlah dengan jernih, libatkan pertimbangan-pertimbangan hatimu. Libatkan Allah dalam setiap pilihanmu. Agar setiap pilihan yang kita ambil sesuai dengan rambu-rambu Ilahi, dan mengantar kita pada jalan yang Allah ridoi.

Dan saat melihat pilihan-pilihan yang diambil orang lain, jangan langsung mengambil kesimpulan mengenai orang tersebut.

Bertanyalah, lihatlah lebih jauh, dengarkan baik-baik alasannya kenapa mengambil pilihan itu. Percayalah, semua orang punya pertarungan hebat dalam dirinya yang harus ia hadapi saat menentukan pilihan. Dengan mengetahui alasan-alasan di balik pilihannya, barangkali kita bisa lebih menghargai dan memanusiakannya, sebagaimana kita pun ingin dihargai dan diperlakukan secara manusiawi.

Aku Rindu