Sep 27, 2015

Siapa Bilang GENGSI itu Harga Diri?

GENGSI, emang cuma sebuah kata. Tapi auranya cetar membahana. Menggetarkan jiwa, hingga merasuk ke dalam aliran darah banyak manusia. Di antara kita, berapa banyak hidup bermodalkan gengsi? Ya gengsi. Kata banyak orang gengsi bicara tentang kehormatan, tentang martabat. Kerenn banget gak sih si gengsi ...

Lalu, apakah kita bangga punya gengsi?
Kalau saya yang jawab, tidak. Karena hidup tidak diukur dari gengsi kita. Kalau umur kita sudah tua, buat apa bilang masih muda. Kalau cinta, ngapain cuma ngeliatin doang, kenapa gak bilang cinta. Kalau ekonominya pas-pasan, buat apa gayanya seperti perum peruri. Penuh kamuflase, kepura-puraan. Uhhh, gengsi, gengsi, sungguh penyakit mental yang berbahaya. Merasuk di banyak manusia. Entah karena gaya hidup, atau mati gaya?

GENGSI. Ini cerita di negeri lain. Gara-gara gengsi, Si Ibu A ngebela-belain beli smartphone yang mahal. Pakek kartu kredit, abis itu gak mampu bayar. Uang sekolah anaknya juga belum dibayar udah 4 bulan. Gaji suaminya gak seberapa, tapi cukup untuk makan sebulan. Hari ini, Si Ibu A masih tetap tersenyum dan tampil “berkelas”. Ibu yang bergengsi, kata orang.
GENGSI, emang menyeramkan. Bikin banyak orang tidak apa adanya. 
Bikin hidup penuh kamuflase alias semu. Bikin orang gak mampu maksain diri. Bikin kita jadi doyan berbohong. Bikin gaya hidup jadi gak bener. Bikin yang primer jadi kalah ama yang tersier. Bikin anak-anak kita jadi ikut-ikutan ngin bergengsi. Lagi-lagi, gengsi sungguh menyeramkkan.

Ahhh, masak sih sampe segitunya ngebelain gengsi?
Syukurlah kalau kita eling. Tapi coba lihat aja ke Starbucks. Di situ kita beli kopi apa beli gengsi?  Kalau beli kopi, di warung kopi pinggir jalan juga gak masalah. Kan semua kopi diseduh pake air panas dari dalam termos. Lha kan kita nyari tempat ngopi yang nyaman? Kalo nyari tempat yang nyaman gak masalah. Asal jangan bilang gak bisa ngopi di tempat yang gak enak aja. Atau biar keliatan, ngopinya lebih berkelas ..... itu namanya gengsi hehe.

Gengsi kan buat harga diri kita juga?
Kata siapa. Harga diri dengan gengsi itu beda. Harga diri itu basisnya kesadaran akan apa yang kita miliki. Kalau gengsi, basisnya gila kehormatan atau gila martabat. Ketika harga diri kita kokoh maka gengsi akan melekat dengan sendirinya. Tapi jangan dibalik, menjual harga diri demi gengsi. Apalagi sampe berani mengorbankan harga diri hanya untuk hal-hal yang sepele. Pusing kan? Sama dong.

Gengsi itu gak enak dimakan. Tapi banyak orang mati-matian memburu gengsi. Berani melakukan apa saja, demi gengsi. Luar biasa ya. Wajar kalau sekarang, banyak orang bertikai demi kekuasaan, bertengkar untuk popularitas, bertindak melawan hukum, atau berperilaku amoral. Semuanya terjadi karena mengejar GENGSI.

Kalau kata agama, urusan gengsi itu bukan urusan supaya dihargai orang. Bukan soal kasta sosial yang kamuflase. Tapi gengsi adalah tidak meminta-minta kepada selain Allah. Itu baru keren, gengsi demi Allah.
Jadi kita harus gimana dong?

Ya gak gimana-gimana. Kita cuma perlu mawas diri aja terhadap penyakit gengsi. Karena gede gengsi itu membahayakan pemiliknya. Hiduplah apa adanya, gak usah banyak gengsi. Kita tidak hidup dari gengsi, tapi dari Allah.

Hidup kita adalah pesawat kita. Kita yang jadi pilotnya. Istri dan anak-anak kita jadi co-pilotnya. Orang lain di sekitar kita hanya penumpang saja. Ada yang di kelas ekonomi, kelas bisnis, atau kelas eksekutif. Kalau kita gak suka sama hidup kita, silahkan turun dari pesawat, gampang kan? GENGSI bukan segalanya, HARGA DIRI prinsip yang harus tetap tegak.

Aku Rindu