May 2, 2015

Bukan Belas Kasihan

Pernahkah kita melihat di pinggir jalan atau ketika sedang melintas disuatu wilayah tertentu melihat seseorang bertubuh kurus dan kulit-kulit yang sudah mengerut dimakan usia sembari menjajakan jualannya?

Mereka adalah orang-orang yang ‘dimakan’ zaman namun terus berani melawan untuk tetap hidup dengan kemuliaan. mereka menolak menyerah atau sekadar mengemis belas kasihan dari orang-orang yang lalu lalang tiap harinya.

ya, kakek dan nenek.

Bagi mereka hidupnya tak lagi sama seperti mereka muda dulu, namun semangatnya yang kiranya kita bisa lihat terus tumbuh. bahkan melebihi kita-kita yang masih muda ini. padahal jelas saja tenaga dan pikiran mereka tidak lagi setajam dulu ketika masih muda.

Namun keengganan mereka untuk menyerah pada zaman ini yang harus diapresiasi. bukan berarti kita kasihan. tapi hal ini lebih pada bagaimana kita dapat belajar berempati atas apa yang dirasakan oleh orang lain. khususnya bila melihat semangat yang dimiliki oleh mereka-mereka itu.

Empati dan Apresiasi

sebuah kata yang memiliki makna mendalam, dan masih saja sulit untuk diterapkan secara mendasar dalam perbuatan ini, termasuk saya. namun hal tsb bukan menjadi penghalang kita untuk terus belajar dan mengasah intuisi kita di dalam bawah sadar, untuk nantinya secara terbiasa akan tumbuh kata tersebut di dalamnya.

Memang bukan perkara mudah ketika kita belum terbiasa, namun seperti halnya budaya-budaya yang kita dapatkan saat ini, dulunya mereka juga demikian. dilakukan secara berulang-ulang dan terus menerus dengan konsisten agar menjadi hal yang biasa kita sebut sebagai sebuah kebiasaan. 

Kakek dan nenek itu dengan prinsip hidup mencapai kemuliaan selayaknya menjadi contoh kita. kaum muda-mudi yang masih memiliki banyak keunggulan dari pada usia-usia manusia lainnya. sebuah keunggulan yang dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak.

ya, sekarang kita mulai bertanya. sudah seberapa banyak orang yang kita apresiasi dan berempati sampai usia saat ini?

Aku Rindu