Apr 30, 2015

Pengalaman

Aku manusia keras kepala.
bahkan diriku sendiri tak bisa memberi tahu bagian diriku yang lain. selalu begitu. 


Kata ustad, seharusnya kita bisa menjadikan diri kita guru untuk diri sendiri. kita sendiri yang memarahi kalau ada yang salah. kita sendiri yang mengingatkan kalau ada yang lupa. kita sendiri yang mencari tahu, lalu menemukan, kalau ada yang lubang.

Kalau tidak bisa, Allah mengajari kita melalui orang tua dan keluarga. kalau tidak bisa juga, Allah mengajari kita melalui lingkungan dan masyarakat. kalau masih tidak bisa, Allah mengajari kita melalui peristiwa.

Dan itulah yang terjadi kepadaku. aku hanya bisa belajar dari peristiwa. bahkan kadang satu-dua kali tak cukup. tiga baru mengena. aku memang berkepala batu, berkuping cantelan, dan bermata di dengkul.

Sering aku kesal dengan kenyataan ini. “kenapa tak mau mendengarkan? kenapa tak cukup melihat lalu percaya? kenapa harus mengalami?”

Kau tahu. biaya dari “mengalami” itu besar sekali. menguras emosi, menyedot waktu, mengganti wajahku. dan beberapa benar-benar mengubah hidupku–secara permanen. 

Bayangkan! aku membayar sebuah pelajaran hidup dengan hidupku sendiri. betapa mahal itu. 

Tapi lain waktu aku bersyukur.
paling tidak, aku bisa menjadi manusia yang bilang, “kata pengalaman.”


Siapa guru yang paling baik?
bukan diri sendiri. pengalaman.


Dan di lain waktu aku bersyukur.
perubahan hidup bukan biayanya.
dia hadiahnya.


Aku Rindu