Di tengah
keramaian, ada orang-orang yang kesepian. Mereka mungkin tertawa, membaur dalam
canda bersamamu, namun jika kamu melihat mata mereka lebih dalam, kamu akan
menemukan kekosongan di sana. Dan barangkali, keramaian tidak mampu mengisi
rasa sepi di dalam hati mereka.
Di tengah
hujan, ada orang-orang yang kesepian. Mereka berjalan sendiri sambil menatap
rintik yang jatuh membasahi bumi. Sebagian dari mereka berpayung, sebagian
lainnya membiarkan diri mereka tersentuh oleh hujan secara langsung. Mereka
selalu menikmati hujan dalam gerimis maupun deras. Bagi mereka, hujan adalah
sahabat terbaik untuk berbagi kisah kesepian yang tersimpan.
Di jalanan,
ada orang-orang yang kesepian. Mereka bernyanyi dengan nada seadanya, diiringi
petikan gitar atau sekadar bunyi nyaring dari alat musik ciptaan mereka
sendiri. Kadang mereka terpaksa berlarian berebut lahan rezeki demi pecahan
rupiah yang tidak seberapa. Mereka pun tidak mengenal seragam putih-merah untuk
bersekolah. Orang-orang yang kesepian itu, selalu merasa cukup di dalam
ketidakcukupan mereka.
Di dalam
pusat perbelanjaan, ada orang-orang yang kesepian. Mereka memilah banyak barang
dan membeli hampir semua yang diinginkannya. Semua orang akan melihat dirinya
begitu bahagia, mampu membeli barang-barang termahal sekalipun. Mereka akan
tersenyum puas sambil berfoto memamerkan
belanjaan mereka, lalu mengunduhnya ke berbagai media sosial. Mereka hanya
butuh komentar, pujian, dan juga kawan di media sosialnya. Semata untuk
menunjukkan bahwa mereka tidak kesepian—padahal kenyataannya justru sebaliknya.
Selalu ada
orang-orang yang kesepian di sekitar kita. Mereka menyimpan luka mereka sendiri
dan enggan untuk berbagi. Jika saja kita mau melihat senyum pada wajah mereka,
sebenarnya senyum itu bukan senyum dalam artian yang sebenarnya. Bukan pula
tawa riang yang sebenarnya terlukis di dalam hati mereka. Tentu bukan.
Mereka
kesepian; dan mungkin hanya itu pelarian terbaik yang mampu mereka lakukan.