Jika suami bisa cerita apapun tanpa beban, kita pasti merasa semakin
lengkap sebagai istri. Karena memang demikianlah seharusnya suami dan
istri; sepasang karib yang bisa bercakap-cakap tentang apapun tanpa
batas. Bagaimana dengan Anda dan suami?
Siapa yang tidak mau mempunyai suami jujur. Pasti setiap
istri ingin sekali jika suaminya bisa jujur dan terbuka tentang apapun yang
dialaminya. Baik itu peristiwa yang menyenangkan dan tidak menyenangkan.
Rasanya jika suami bisa cerita tanpa beban, kita sebagai
istri merasa lebih plong. Karena
posisi kita dan suami seperti sahabat karib yang bisa bercakap-cakap dengan
leluasa. Saat kita mencari pasangan, pastilah kita mencari orang yang mau
berbagi suka dan duka seperti sahabat karib. Benar'kan?
Sehingga ada pepatah yang mengatakan, lebih baik mana jika
sahabat jujur demi kebaikan kita kemudian hari dan selamanya, atau sahabat
berbohong demi kebaikan kita juga, tetapi kita kecewa karena ia berbohong.
Sama halnya dalam hubungan suami istri. Ada harapan agar
suami bisa memberikan jawaban atau komentar yang jujur apa adanya. Dengan
konsekuensi istri siap menerima jawaban yang diberikan suami. Tidak ada kesal,
tidak ada sakit hati. Tetapi di sisi lain ada pula istri yang berharap dalam
hati; "yah maunya suami bisa jujur tapi
lihat dan perhatikan juga suasana hati saya saat itu."
Beberapa contoh nyata terjadi pada beberapa kerabat saya,
misalnya saja saat sedang menonton televisi. Terjadi percakapan antara suami dan
istri.
"Yah, Dian Sastro cantik gak? Cantik mana
sama bunda?" "Hmmm... cantik
bunda"
"Aarrgghh ayah bohong,
mana mungkin cantikkan bunda"
"Ya
sudah, cantikan Dian Sastro"
"Ayah
tega, masa istri sendiri gak dibilang cantik"
Atau pertanyaan yang biasanya ditanyakan istri saat masih
pengantin baru.
"Kenapa papa mau nikahin mama?"
"Karena mama berwajah ibu rumah tangga,
sudah terlihat aura keibuan bisa ngurus anak dan suami"
"Berwajah ibu rumah tangga?"
"Iya mama, ada yang salah dengan ibu rumah
tangga? Ibu rumah tangga itu bisa mengerjakan semua pekerjaan.
Mulai dari guru,
koki, ahli keuangan, dan lain-lain".
"Oh, ok baiklah."
Ada pula yang begini "Yang, aku gemukan
yah?" "Iya, sayang gemukan.
Tapi tetap seksi kok"
Nah, kalau sudah
begini. Suami sudah berkata jujur. Tetapi karena waktu dan pemilihan kalimat
yang rasanya kurang pas, bagi kita. Akhirnya yang ada kita menjadi
uring-uringan sepanjang hari. Kemudian terjadilah pertengkaran kecil antara
kita dan suami. Lalu bagaimana?
"Aku sama istri termasuk tipikal yang blak-blakan.
Kalau istri tanya dia gemuk apa kurus, ya aku jawab apa adanya. Kalau dia mulai
kelihatan kurus, aku pasti komen gak suka. Karena aku lebih suka liat istriku
gemuk" (Alfan, Wirausaha)
Menurut Alfan, hubungan suami istri lebih baik mengatakan
terus terang dalam hal apapun. Dan melihat tipikal karakter masing-masing juga.
Jika memang kondisinya seperti Alfan dan istri, yang terbiasa bicara
blak-blakan. Hal sekecil apapun, akan diberi komentar apa adanya. Jadi tidak
ada masalah dan tidak ada yang tersinggung satu sama lain.
Tetapi ada pula pendapat yang mengatakan bahwa komentar
jujur para suami, kalau bisa dipilah-pilah. Dalam artian lihat waktu dan
suasana hati istri. Supaya tidak salah persepsi, apakah suami sedang bercanda
atau berkata serius.
"White lies, lihat
situasi kondisi dan mood mungkin yah. Kadang istri juga tahu kok
kalau suami lagi bohong demi menyenangkan hati istri. Itu 'kan berarti suami berusaha
menghargai dan mempertimbangkan perasaan kita istrinya. Meskipun dalam hakikatnya,
berbohong tetap saja gak baik. Tetapi selama semuanya bisa dikomunikasikan
dengan baik dan saling percaya. Kayaknya gak ada masalah kalau cuma buat
lucu-lucuan" (Ferra, Ibu rumah tangga)
Dari dua kisah ini, berarti suami memang selayaknya harus
selalu berkata jujur pada istri. Begitu pula istri kepada suami. Dalam hal
apapun, baik itu komentar-komentar ringan saat obrolan sore sambil menikmati
teh bersama. Atau saat pembicaraan yang serius. Yang jelas antara suami dan
istri wajib hukumnya untuk menyelami karakter masing-masing. Sehingga tidak ada
lagi rasa khawatir, sungkan, tidak enak dan perasaan tersinggung satu sama
lain.