Sawang
sinawang adalah ungkapan bagi seseorang yang suka memandang segala kenyamanan
yang didapat oleh orang lain, lalu membandingkan serta menilai jika kondisinya
saat ini tak seberuntung dan senyaman orang yang dia pandang. Orang bule
bilang, "The grass is always greener on the other side of the
fence", atau jika diistilahkan dari kamus para istri kurang lebih
artinya "Rumput tetangga jauh lebih hijau dari rumput sendiri".
Pada seorang suami misalnya, sawang sinawang bisa saja terjadi ketika dia
memandang kelebihan istri temannya, lalu membandingkan dengan istrinya
sendiri. Menilai jika istrinya kalah keren, molek nan rupawan. Lupa jika sang
istri adalah koki yang handal dan ahli dalam mengatur anggaran bulanan.
Sawang sinawang bisa juga berupa khayalan. Hanya menilai segala sesuatu dari apa yang dia tangkap melalui indra lihat saja. Suka berimajinasi jika kenyamanan yang didapat orang lain terjadi pada dirinya, mungkin hidupnya akan lebih baik dari sekarang. Tak sadar diri jika ada sisi-sisi lain dari hidupnya yang jauh lebih nyaman dan beruntung dari orang yang dia bandingkan.
Pada seorang tukang becak, sawang sinawang bisa saja terjadi. Ketika dia memandang kenyamanan dari orang-orang yang bersedan. Membandingkan dengan dirinya yang kadang harus berpanas hujan untuk mencari makan. Padahal jika mau dia sadari, justru dirinya jauh lebih beruntung dan lebih sedikit beban dibanding mereka yang bersedan. Yah, tak harus pusing memikirkan angsuran jika mobilnya kreditan. Tak dibebani oleh pajak tahunan, juga anggaran-anggaran agar mobilnya bisa terus jalan. Hanya mengayuh, mengayuh, lalu terima uang. Setelahnya habis perkara. Paling-paling hanya menyisihkan sedikit penghasilan ketika becaknya mengalami pecah ban dalam.
Orang tua bilang kebahagian itu kadang kala lebih legit terasa ketika masih dalam angan kita. Selebihnya hanya perasaan biasa ketika impian sudah berada di tangan. Bahkan kadang justru akan memberi beban-beban baru dalam kehidupan kita. Kapan hari pernah saya berpikir betapa enaknya mereka yang memiliki sebuah Blackberry. Pada suatu ketika saya pun diberi kesempatan untuk memilikinya. Lalu apa yang terjadi? Sekarang saya hanya menjadikan piranti canggih itu layaknya permainan gembot saja. Alasannya sederhana, saya hanya memiliki perasaan biasa saja ketika memilikinya. Tak legit lagi seperti yang dulu saya kira. Saya menganggap jika masih belum waktunya untuk memiliki. Belum dibebani oleh anggaran beli paket setiap bulannya.
Sawang sinawang bisa juga berupa khayalan. Hanya menilai segala sesuatu dari apa yang dia tangkap melalui indra lihat saja. Suka berimajinasi jika kenyamanan yang didapat orang lain terjadi pada dirinya, mungkin hidupnya akan lebih baik dari sekarang. Tak sadar diri jika ada sisi-sisi lain dari hidupnya yang jauh lebih nyaman dan beruntung dari orang yang dia bandingkan.
Pada seorang tukang becak, sawang sinawang bisa saja terjadi. Ketika dia memandang kenyamanan dari orang-orang yang bersedan. Membandingkan dengan dirinya yang kadang harus berpanas hujan untuk mencari makan. Padahal jika mau dia sadari, justru dirinya jauh lebih beruntung dan lebih sedikit beban dibanding mereka yang bersedan. Yah, tak harus pusing memikirkan angsuran jika mobilnya kreditan. Tak dibebani oleh pajak tahunan, juga anggaran-anggaran agar mobilnya bisa terus jalan. Hanya mengayuh, mengayuh, lalu terima uang. Setelahnya habis perkara. Paling-paling hanya menyisihkan sedikit penghasilan ketika becaknya mengalami pecah ban dalam.
Orang tua bilang kebahagian itu kadang kala lebih legit terasa ketika masih dalam angan kita. Selebihnya hanya perasaan biasa ketika impian sudah berada di tangan. Bahkan kadang justru akan memberi beban-beban baru dalam kehidupan kita. Kapan hari pernah saya berpikir betapa enaknya mereka yang memiliki sebuah Blackberry. Pada suatu ketika saya pun diberi kesempatan untuk memilikinya. Lalu apa yang terjadi? Sekarang saya hanya menjadikan piranti canggih itu layaknya permainan gembot saja. Alasannya sederhana, saya hanya memiliki perasaan biasa saja ketika memilikinya. Tak legit lagi seperti yang dulu saya kira. Saya menganggap jika masih belum waktunya untuk memiliki. Belum dibebani oleh anggaran beli paket setiap bulannya.
Kurangnya rasa percaya diri mungkin
adalah salah satu faktor yang membuat orang suka melakukan perkara sawang
sinawang. Padahal kita tahu jika Sang Maha Kreatif tentunya menciptakan
masing-masing mahluknya dengan segala kelebihan serta kekurangannya. Pun
demikian dengan kita, harus sadar diri jika dibalik kenyamanan yang tak ada
dalam diri kita, tentunya tiada pula kenyamanan kita yang dirasa oleh orang
lainnya. Jangan silap mata oleh kilau hijau rumput tetangga. Sadari jika kita
pun memiliki pupuk potensi dan air motivasi yang bisa membuat rumput sendiri
jauh lebih ranum dan hijau daripada rumput di sekitarnya. Tidak larut dalam
khayalan ketika orang lain kita sawang nyaman, padahal sejatinya orang
lain pun mungkin sedang sinawang dan menganggap diri kita lebih nyaman
dari mereka.
Sawang sinawang bisa juga terjadi karena kurangnya mensyukuri sekecil apapun nikmat yang kita miliki. Hanya sibuk memandang sisi luar kenyamanan yang orang dapatkan. Membandingkan dengan kondisi kita sendiri, lalu menghabiskan waktu terbuai imajinasi akan kenikmatan-kenikmatan yang orang lain miliki.
Yuk ah jangan habiskan waktu kita bermain dengan pernik kalbu bernama sawang sinawang. Menyadari jika Tuhan sudah menuliskan catatan nasib pada masing-masing dari kita. Bukan berarti harus berpasrah diri dengan kondisi sesempit apapun yang sedang kita hadapi. Qana'ah yang tak harus pasrah menyerah. Menjadikan segala potensi sebagai tangga kesuksesan diri. Soal nasib, biarlah Sang Penentu yang nanti tentukan seberapa tinggi puncak yang mampu kita daki.
Bersyukur mungkin itulah obat agar sawang sinawang tak selalu menyelimuti hati. Syukuri saja jika hari ini kita masih belum sukses. Anggap saja kita masih melakoni sebuah proses. Nikmati saja jika hingga hari ini kondisi masih papa. Usah risau hati dan anggap saja rejeki kita masih pending di langit sana. Lalu bagaimana jika sudah berkali-kali berusaha tapi masih gagal juga? Ah, sekali lagi syukuri saja. Setidaknya hingga hari ini masih ada detak jantung dalam dada kita.
Sawang sinawang bisa juga terjadi karena kurangnya mensyukuri sekecil apapun nikmat yang kita miliki. Hanya sibuk memandang sisi luar kenyamanan yang orang dapatkan. Membandingkan dengan kondisi kita sendiri, lalu menghabiskan waktu terbuai imajinasi akan kenikmatan-kenikmatan yang orang lain miliki.
Yuk ah jangan habiskan waktu kita bermain dengan pernik kalbu bernama sawang sinawang. Menyadari jika Tuhan sudah menuliskan catatan nasib pada masing-masing dari kita. Bukan berarti harus berpasrah diri dengan kondisi sesempit apapun yang sedang kita hadapi. Qana'ah yang tak harus pasrah menyerah. Menjadikan segala potensi sebagai tangga kesuksesan diri. Soal nasib, biarlah Sang Penentu yang nanti tentukan seberapa tinggi puncak yang mampu kita daki.
Bersyukur mungkin itulah obat agar sawang sinawang tak selalu menyelimuti hati. Syukuri saja jika hari ini kita masih belum sukses. Anggap saja kita masih melakoni sebuah proses. Nikmati saja jika hingga hari ini kondisi masih papa. Usah risau hati dan anggap saja rejeki kita masih pending di langit sana. Lalu bagaimana jika sudah berkali-kali berusaha tapi masih gagal juga? Ah, sekali lagi syukuri saja. Setidaknya hingga hari ini masih ada detak jantung dalam dada kita.
Fokus
pada pekerjaan dan tanggung jawab masing-masing, itulah kunci keberhasilan
dunia dan akhirat.