Jun 2, 2018

Aku Dan Ibu


Aku ingin pulang dan tersesat di dalam dada ibu. Menerka-nerka isi kepalanya segala hal sedang ditimbang agar rencana tak mudah tumbang begitu saja. Menerjang badai dalam lautan tenang dadanya.

Aku ingin pulang ke rumah menghirup aroma bumbu dari dapurnya. Terong balado, daging rendang atau keperihan tentang masa lalu. Sejak setia tidak lagi menjadi kata kerja bagi ayah, ibu tak pernah lagi memasak di rumah. Ibu memasak mimpi-mimpinya di dapur negeri tetangga.

Aku hidup di antara orang-orang yang gemar menyakiti dirinya sendiri. Sejak kata sejahtera telah lama dihapus Negara, aku lebih banyak memikirkan diri sendiri. Ketika aku bersedih dan tak ada satu orang yang rela ingin berbagi, aku ingin sekali memeluk ibu. Tetapi tangan dan angan-anganku tak sanggup menjangkaunya.

Aku ingin sekali mengadu kepada ibu. Tentang kepedihan hidup, orang-orang yang tak ingin tahu perasaanku dan ketakutan-ketakutan hari esok. Mengadu layaknya anak kecil yang merengek kepada ibunya karena diganggu oleh teman sekolahnya. Sayangnya pelajaran tentang bertahan hidup tak pernah kutemui di sekolah mana pun.

Sungguh aku ingin mengenalkan kekasihku kepadamu, Ibu. Namun setelah kepergiannya tak ada lagi yang tersisa kecuali rasa sakit yang sulit dicabut. Hanya itu yang bisa kuceritakan kepadamu.

Aku adalah satu-satunya anak durhaka yang tidak tahu cara mengucapkan maaf dan terima kasih kepada ibu. Aku menuliskan puisi ini untuk ibu. Di setiap kalimat hanya berisi tentang aku dan ibu. Meskipun tak pernah kukatakan langsung kepadamu, percayalah di antara keduanya terselip kata cinta.



Aku Rindu