Oct 15, 2017

Bersyukur

Menurut saya, bersyukur itu bukan soal kepandaian. Tapi sebuah kebiasaan. Yang mana hati kita terbiasa melihat sisi baik dan untungnya lebih banyak dari pada kurangnya.

Menurut saya, kita bukan tak pandai bersyukur. Hanya lupa bersyukur. Mari kita sepakati. Sebab syukur datangnya dari hati.

Saya sering mendengar celetukan tentang mengomentari pasangan. Atau lebih tepatna mengeluhkan. Keluhan itu saya dengar lewat pertanyaan yang tak perlu jawaban seperti “enak ya punya laki-laki perhatian?” Atau “enak ya bisa jalan berdua setiap hari?” Atau “enak ya pasanganmu nelpon tiap hari?” Dan sebagainya yang ujung-ujungnya diteruskan dengan pernyataan “coba aja pasanganku seperti pasanganmu”.

Kalau sudah begini, biasanya perempuan cenderung menuntut pasangannya untuk melakukan apa yang dia lihat dan sukai dari pasangan teman perempuannya. Lebih parah lagi kalau sampai terucap “kok kamu ga kaya pacar si A sih?” 
“Kok kamu ga nelponin aku kaya pacar si B sih?” Atau “kok kamu ga ngajak aku jalan ke sini sih? Ayolah jalan kaya si C”.

Ketika kita mencoba menagih ini itu kepadanya, sudah melihat diri sendiri kah? Apakah kita juga sudah begini begitu sehingga pantas menuntut begini begitu?

Syukur letaknya di hati. Tak bisa dilawan dengan logika. Sebab hati tempatnya merasa, jadi jangan dicampur dengan hal yang sekilas mata.

Mari kita belajar saling mencukupkan saja. Tanpa banyak meminta, dan jangan lupa bersyukur setiap kali menerima.

Aku Rindu