Sepanjang peradaban manusia, sifat iri hati sudah ada dan manusia yang mencari kesejatiannya sepanjang hidup berusaha mengolah hatinya untuk mengendalikan sifat sirik atau iri hati ini.
Penyakit iri hati ini sudah mulai tumbuh sejak dini. Bila dibiarkan berkembang, maka lama-kelamaan akan membatu menjadi sifat abadi.
Semakin hari iri hati semakin menguasai. Hidup bersosialisasi membuat kita sulit untuk tidak iri hati. Melihat kemampuan lebih yang dimiliki orang lain, hati mulai kacau. Ujung-ujungnya iri dan mulai melancarkan fitnah.
Itu sebabnya muncul istilah 'Sirik Tanda Tak Mampu'. Misalnya tetangga mampu membeli mobil dari hasil kerja kerasnya. Sementara kita sudah banting tulang tetap tak mampu membeli. Akibatnya timbullah iri dan melempar fitnah.
Omong sana-omong sini begini: "Ah, si Anu bisa beli mobil paling hasil korupsi tuh!"
Rasa iri muncul sebenarnya bukan masalah karena tak mampu membeli mobil seperti tetangga. Tapi lebih karena tidak mampu mengolah hati dengan baik.
Andaikan ketika sifat iri mulai muncul dan segera bisa diatasi dengan belas kasih, maka akan bersyukur tetangga sudah mampu membeli mobil. Ikut merasakan kebahagiaan yang mereka rasakan.
Kalau kemampuan mengolah hati kita selalu terjaga, selalu akan ada kebahagiaan melihat kelebihan-kelebihan yang dimiliki orang lain.
Menganggap kelebihan orang lain sebagai kelebihan kita. Bukankah kita akan menjadi orang yang paling memiliki kelebihan?
Bagaimana sifat iri hati dapat tumbuh berkembang bila demikian?
Bila sampai saat ini, sifat iri hati masih tumbuh subur di dalam hati kita, itu tandanya kemampuan mengolah hati kita masih payah dan menyedihkan.
