Nov 11, 2017

Selalu Salah

Entah aku yang terlalu perasa atau kamu yang sedang lelah atau memang aku yang selalu salah di matamu.

Sadarkah kamu bahwa perkataan yang keluar dari mulutmu akhir-akhir ini menjelma seperti pisau? Menyakitkan. Rasanya seperti disambar petir di siang bolong.

Bahwa kamu yang serba lembut, serbamanis, dan tidak pernah marah hanya ada di masa-masa kita yang dulu. Jauh sebelum aku dan kamu melebur menjadi ‘kita’.

Dan sudah saatnya aku harus mereguk kamu-yang-kini. Yang sering menyayatkan kata-kata tajam. Walau aku tahu, kamu tidak pernah dengan sengaja mau melukai dan tidak ada maksud untuk melontarkan itu.

Tidak apa, sayang. Kujadi mengerti bahwa perubahan itu, memang benar-benar ada. Dan mungkin memang aku yang belum siap dengan perubahanmu.

Terlepas dari semua luka, laku, dan ucapmu yang menyakiti, namamu masih menjadi yang paling utama di sini dan yang kusebut dalam sepertiga malamku.

Walau aku seringkali mencoba menyamarkan posisimu dengan dua perkerjaan yang seringkali membuatku kelelahan.

Masih ada banyak hal tentangmu yang harus kusyukuri. Sebagian dirimu yang lain, yang pernah menorehkan kebahagiaan dan menjadikanku perempuan paling bahagia di dunia.

Saat ini diam sepertinya memang lebih baik. Sampai aku bisa menjadi lebih kuat dengan semua ucapmu. Dan aku akan menyiapkan topeng terbaik saat di depanmu kelak. Semoga kamu mengerti bahwa aku hanya perempuan biasa.

Maaf atas kurang-kurangku yang melelahkan. Maaf tak sebahagia yang kamu harapkan. Maaf tak semenyenangkan yang kamu kira.

Terima kasih sudah sangat menyenangkan dan menenangkan.

Aku Rindu