Nov 12, 2017

Bukan Tuhan Yang Berubah

Apa yang hilang dari kita saat usia kita semakin bertambah?. Selain kita kehilangan tahun-tahun yang begitu saja berlalu. Masa muda yang setiap hari semakin “nggak muda”. Kita juga kehilangan hal lain.

Kepercayaan. Ingat dulu waktu kecil, kita percaya kalau negeri dongeng ada. Lorong waktu. Kerajaan. Peri-peri. Damn so real (atau cuma saya saja). Waktu kecil saya percaya pada banyak hal. Bahkan pada hal-hal yang jika sekarang saya mengingat-nya, saya akan tertawa mengenang betapa polos dan “fairy tale head” nya saya.

Semuanya serasa nyata. Dan dunia ini warna-warni. Seperti rasa bahagia berlebihan saat melihat cover majalah bobo. Seperti ada dunia lain yang bisa ditemukan dibalik cover majalah itu.

Bahkan cerita-cerita nabi, kisah-kisah sahabat nabi. Semuanya nyata. Terekam jelas di kepala. Seperti kita ada dan menyaksikan cerita itu. Pernah saya berdoa keras-keras minta mainan kepada Allah. Dan esok harinya, saya punya mainan baru di dekat tempat tidur. Tentu saja, Bapak yang beli. Tapi, karena hal sepeeti itu, saya jadi terbiasa minta apapun…harus berdoa dulu. Saya percaya. Sangat percaya, seperti Tuhan hadir. Menyaksikan. Melihat. Dia seperti “teman” yang setiap saat bisa diajak bercakap-cakap. Curhat. Mengeluh. Minta ini itu.

Kemudian kita menjadi lebih dewasa. Kita tidak baca buku dongeng lagi. Setelah hidup jauh dari orang tua. Kita menjadi berbeda. Dulu, kepala kita isinya warna-warni. Lukisan abstrak sana sini. Ramai dan menyenangkan. Sekarang ? Seperti rumah minimalis dicat seadanya abu-abu dengn kusen pintu warna hitam. Kelam dan datar.

Menjadi dewasa. Kita kehilangan banyak hal. Dan yang paling sedih adalah saat Tuhan seperti jauh sekali. Tidak seperti dulu, seperti teman dekat yang bisa kita ajak bercakap-cakap. Cerita ini itu tentang kehidupan. Kapan terakhir kali kita berdoa yang rasanya benar-benar berbicara dengan Tuhan ?

Kita semakin jauh. Bukan Tuhan yang berubah. Kita saja yang (sok) sibuk.

Aku Rindu