Aug 2, 2018

Rindu Disepetak Hati


Berkali-kali saya membolakbalik roti panggang berisi mentega dan ceres coklat, bentuknya tidak terlalu istimewa, warnanya kecoklatan nyaris kehitaman, tapi saya tetap saja suka dengan roti panggang. Saya selalu bersyukur bisa menikmati pagi dengan hidangan roti panggang dan segelas teh hangat yang tidak terlalu manis.

Tujuh jam berlalu. Sekarang dihadapan saya ada kopi pekat yang lajang, tidak ada roti panggang disiang hari karena mungkin roti panggang memang hanya cocok dipagi hari pikirku, yang istimewa kali ini aroma tubuhmu memenuhi ruanganku entah ia lolos darimana padahal saya sengaja mengunci rapat pintu dan jendela sebelum saya duduk didepan secangkir kopi pekat yang lajang. Aroma itu jelas mengganggu pikiran dan perasaanku yang sedang menghitung laba dan rugi sejak kedatanganmu dalam hidupku, meraba-raba kertas dimana tertera daftar janji yang pernah kau buat dihadapanku setiap menjelang petang, saat kita memilih tidak menyalakan lilin dan membiarkan pekat malam meraba keseksian tubuhku yang melekat seperti perangko pada tubuhmu yang juga tidak kalah seksinya, saya sibuk menghitung hari sejak kepergianmu, semua kesibukan itu akan terhenti jikalau saja kau telah berdiri didepan pintu rumahku.

Sayang kemarilah, rindu ini hampir saja membutakanku, seandainya rindu itu serupa dengan koin mungkin semua celengan dipasar sudah saya beli, dan mungkin saya sudah mampu membeli sepetak Hati untuk menanam rindu dan menyemainya. Kemarilah sayang!

Masih adakah rasa yang lebih keparat dari perasaan rindu? Bawakan padaku, ingin saya cicipi, sebab rasa rindu sudah tidak mampu membeli airmataku lagi. Mungkin karena telah terlalu lama.

Kunjungi aku jika kau sudah tidak sibuk mengurusi perempuan yang lain!

Aku Rindu