Nov 25, 2015

Relakah Bermuka Dua Demi Ini dan Itu



Hati manusia. Tidak sekedar organ tubuh yang berfungsi menawarkan racun, lalu begini dan begitu, tetapi lebih kepada tempat persembunyian terefektif bagi pikiran, gagasan, dan perasaan. Jika bunker persembunyian perang bisa luluh lantah hancur dengan tanah lalu diketahui isinya, hati manusia tidak. Sehebat-hebatnya ancaman, bahkan sampai mengancam diri, semua isi hati akan tetap terkunci sampai mati, dan pada akhirnya akan selalu menjadi misteri.

Sikap dan hati merupakan kawan lama yang senantiasa berkoordinasi terlebih dahulu sebelum bertindak. Sikap bisa seperti ini karena hati, hati bisa seperti itu karenaa sikap. Adakalanya juga, hati dan sikap berlawanan, seolah-olah bekerjasama memproteksi sesuatu yang sangat penting.

Munafik adalah kata yang paling keras didengungkan bagi mereka yang ucapan dan perbuatannya bertentangan. Lantas bagi mereka yang hati dan sikapnya berlawanan, apa boleh kita sebut dengan istilah yang sama?
Hati dan sikap yang berlawanan bisa ditemukan dalam berbagai dalih : menghormati orang lain, menjaga perasaan orang lain atau menjaga persahabatan. Tidak heran jika mereka sanggup memakai dua muka sekaligus sampai berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Alasannya karena itu tadi, ini dan itu.

Seorang Uya Kuya dapat menghipnotis seseorang lalu membuka isi hatinya, yang nantinya akan keluarlah bunyi-bunyi tulus dari palung hati terdalam seorang manusia, yang isinya bisa menyenangkan dan bisa juga menyakitkan. Tapi separah apapun bunyi yang menyakitkan, itu tetaplah suara hati, suara terjujur yang pernah ada.

Alih-alih ingin menyeragamkan sikap dan hati, maka seseorang akan menghina orang dengan perawakan improposional, gigi tidak beraturan, mata merah, dan rambut kusut nan keriting dengan sebutan Si Buruk Rupa. Memang begitu nyatanya dan memang jujur ucapannya? Lantas haruskah suara hati Yang Maha Jujur itu melukai hati orang lain yang sama jujurnya? 


Sesama bus saja dilarang mendahului, apalagi hati, tentu tidak boleh saling menyakiti. Aneh memang analogi ini, tapi biarlah. Tidak boleh saling menyakiti bukan berarti hidup harus rela bermuka dua selama-lamanya, bukan. Tapi biarlah isi hati itu tersimpan sedalam-dalamnya, terkunci rapat penuh kode rahasia sampai saatnya nanti. Saat yang tepat bagi hati berbicara. Toh, tugas manusia dalam bersikap ialah saling menghormati, tidak kurang dan boleh lebih.

Aku Rindu