Nov 24, 2015

Mengapa Perempuan Berani Selingkuh?


Konon katanya selingkuh itu milik laki-laki. Wajar (tapi menyebalkan) kalau laki-laki mendua atau berpindah ke lain hati. Toh gak rugi apapun (emang dagang?). Bagaimana kalau yang selingkuh itu perempuan? Oh, tidak! Biasanya orang tidak sepakat. Komentarnya, "Perempuan kok selingkuh sih! Gak pantes!". Artinya yang pantas selingkuh itu laki-laki.. 

Namun fenomena perempuan (baik) selingkuh tampaknya menjadi trend akhir-akhir ini. Hmmm...sepertinya gak deh. Cerita yang bertebaran di sekeliling saya pun begitu. Menarik ya? Apa yang menyebabkan perempuan "berani" selingkuh? Perempuan yang berstatus istri lho, bukan perempuan yang masih pacaran. 

Teman saya, perempuan cukup cantik. Energik. Kegiatannya banyak. Pendidikan baik. Suaminya mampu mencukupi kebutuhan finansial. Sudah menikah kurang lebih 10 tahun. Datang dengan keluhan, "Saya depresi". Lha enak kalau gini, sudah bikin diagnosa untuk dirinya sendiri. Lalu dia berkisah tentang sejarah hidupnya. Mulai dari gadis hingga menikah, pekerjaannya, hingga ke teman-baik-prianya. Perselingkuhan itu dipicu ketika suaminya selingkuh. Nah lho.. Si ibu ini marah saat dia tahu suaminya memiliki teman wanita yang mesra dan intim. Dalam kemarahannya, dia berkata kalau dia juga bisa selingkuh. 

Bertemulah ibu yang sedang patah hati ini dengan seorang pria beristri yang bersedia mendengarkan keluh kesahnya. Ya, pembaca pasti sudah menduga apa yang akan terjadi. Curhatan demi curhatan menjadi cerita cinta terlarang. Perempuan ini merasa nyaman karena laki-laki itu menghibur dirinya. Menjanjikan episode kehidupan baru yang jauh lebih bahagia. Bagaikan sales berlian, kata-kata manis (namun beracun) perlahan mulai meresap dalam hati perempuan yang sedang gundah gulana. Seiring dengan hal itu, "persahabatan" suaminya dengan wanita lain itu berhenti, sementara dia sendiri semakin mendalam dengan laki-laki lain itu. Keruwetan terjadi. Dia merasa bersalah pada suaminya, tapi tidak bisa melepaskan diri dari teman-baik-prianya. Ia terlanjur nyaman. 

Yang lainnya memiliki kisah hampir sama. Suaminya selingkuh dan membawa wanita lain ke dalam rumah mereka. Pertengkaran pun tak terhindarkan. Pembalasan atas perselingkuhan suaminya dilakukan. Konflik terus menerus terjadi. Hingga akhirnya si istri pergi meninggalkan rumah, dan tinggal bersama teman-baik-prianya. Sementara si suami leluasa membawa wanita lain ke rumah mereka. Anaknya? Diungsikan ke rumah neneknya (itulah sebabnya nenek-kakek diberi usia panjang). 

Berdasarkan kisah di atas, perempuan berselingkuh sebagai upaya balas dendam. "Kamu kira kamu aja yang bisa selingkuh? Aku juga bisa. Kamu pikir cuman kamu yang bisa nyakitin hatiku? Aku juga bisa nyakitin, bahkan lebih sakit!". Itu ungkapan umum ketika perempuan menemui prianya tidak setia. Sekilas tampak masuk akal. Ya kan? Mata ganti mata, gigi ganti gigi, selingkuh ganti selingkuh...hahaha... 

Dalam kondisi emosi, pikiran rasional tidak berfungsi. Macet. Logika jangka pendek yang jalan karena dorongan emosional saja. Padahal keputusan membalas perselingkuhan dengan perselingkuhan itu fatal akibatnya. Bukan orang lain yang kena dampaknya, tetapi diri sendiri. Perempuan itu pada akhirnya akan menderita. Teman-baik-prianya biasanya akan meninggalkan dirinya setelah menebar pesona dan jejak fisik. Herannya para perempuan tidak menyadari kalau tebaran kata-kata manis itu hanya semu belaka. Ya karena rasionya "hang" tadi itu.. hehehe... Saat itulah mereka menemui psikolog. 

Faktor berikutnya yang bikin perempuan berani selingkuh adalah ketidaktahuan bagaimana menciptakan hubungan baik dengan suami. Lha aneh ya? Trus apakah dengan teman-beik-prianya bisa menciptakan hubungan baik? Itulah yang bikin saya heran juga. Perempuan-perempuan yang selingkuh karena tidak harmonis dengan suaminya selalu bisa bertemu dengan laki-laki lain yang jauh lebih bisa memahami diri mereka. Perselingkuhan jenis ini lebih berbahaya karena lebih awet. 

Seorang wanita muda, berpendidikan lebih tinggi daripada suaminya, datang dengan cerita kalau suaminya tidak bisa diajak komunikasi. Cara pandang suaminya aneh. Pendiam. Sibuk dengan hobinya. Sementara istri punya kegiatan sosial cukup banyak. Dibutuhkan banyak orang. Dia tidak bisa menceritakan persoalannya karena solusi suaminya tidak sesuai. Selain itu suaminya tidak mau diajak masuk dalam komunitas sosialnya. 

Bertemulah si wanita muda ini dengan laki-laki beristri yang terbuka, berwawasan luas dan ramah. Klop. Topik pembicaraan pun mengalir. Laki-laki itu mampu memberikan solusi yang tepat. Bisa diduga, perkawanan mereka menjadi lebih akrab dan lebih dari sekadar berpandangan mata saja. Kan semuanya dimulai dari mata, ya kan? *kedip-kedip seperti kelilipan gitu dech* 

Kisah yang dimulai dari pertengahan bab tentu akan tidak akan berakhir pada bab yang panjang. Si laki-laki mulai meninggalkan perempuan muda itu. Alasannya dia tidak mampu berpisah dengan istrinya, dan menyuruh wanita simpanannya kembali pada suaminya. Stresslah si wanita muda. 

Perempuan lainnya berkilah kalau dia selingkuh karena suaminya terlalu baik dan pendiam. Duh, susahnya ya.. Sepanjang pernikahannya (15 tahun), suaminya sabar. Bertanggungjawab. Tapi tidak bisa diajak bicara. Suaminya lebih banyak menyerahkan semua hal padanya. Bahkan ia berkata kalau sejak awal ia tidak sungguh-sungguh cinta suaminya. Pernikahan mereka karena dijodohkan. Sekarang ini dia bertemu dengan laki-laki lain yang membuatnya bergairah. Bersemangat menjalani hari. Sekalipun secara fisik dan finansial, laki-laki itu dibawah suaminya. 

Kedua kasus di atas, perselingkuhan mereka tidak diketahui suaminya. Mereka konflik dengan dirinya sendiri hingga akhirnya menemui psikolog. Giliran psikolognya yang mumet..hadeeeh... Mereka sungguh rapi menyimpan rapat kisah cinta dengan laki-laki lain itu. 

Dalam banyak kasus, pengaruh budaya patriaki masuk dalam relasi suami istri. Laki-laki yang dibesarkan dalam budaya 'ayah adalah kepala keluarga, kata-katanya adalah perintah yang harus dipatuhi, tidak boleh dibantah' bertemu dengan perempuan yang 'haus kasih sayang' dan berprinsip egaliter. Kebuntuan komunikasi dan kurang terbukanya masing-masing pihak akan kebutuhan dirinya menjadi salah satu penyebab. Para istri yang berada dalam posisi seperti itu memilih jalan yang salah. Bukannya mencari bantuan profesional bagaimana membuat relasi pernikahannya menjadi harmonis, malah melarikan diri ke pria lain yang sesuai dengan kriterianya. 

Perbedaan tingkat pendidikan dan penghasilan turut mempengaruhi pola komunikasi antara suami istri. Beberapa perempuan yang bergaji lebih tinggi, memiliki jabatan penting di kantor, kadangkala berharap suaminya mampu mengikuti gerakan dirinya. Kalau tidak terjadi, perempuan-perempuan ini cenderung mencari teman bicara yang seimbang. Saat itulah persoalan baru bakal muncul. 

Untuk Para Perempuan Bersuami yang Sedang Galau 

Kalau saat ini Anda sedang galau karena suami ketahuan selingkuh, atau hubungan Anda tidak harmonis, tolong baca berikut ini sebelum Anda mengambil tindakan lebih lanjut : 

1. Membalas perselingkuhan dengan perselingkuhan itu memang menyenangkan. Rasanya puas karena bisa membalas sakit hati. Hanya saja tolong dipikirkan tentang diri Anda sendiri dan juga anak-anak (kalau ada). Pasti ada suara halus yang menuduh Anda telah mengambil langkah yang salah kalau Anda memutuskan untuk berselingkuh juga. Dengarkanlah suara halus itu. Saya yakin suara itu benar. 

2. Perbaiki hubungan dengan suami dengan mencari bantuan pada orang yang tepat. Tidak harus psikolog. Bisa juga pemuka agama atau orang yang benar-benar dikenal mampu membantu pasangan dalam pernikahan. 

3. Pandangi anak-anak Anda. Dengan tindakan yang akan Anda lakukan (pembalasan dendam dengan selingkuh), Anda akan "mencuri" masa depan mereka. Apakah itu adil? 

4. Rasa sakit hati yang Anda rasakan, terima dan akui. Lalu tentukan bagaimana sakit hati itu bisa hilang? Apa yang Anda ingin pasangan Anda lakukan untuk mengobati sakit hati itu? 

5. Kalau komunikasi tidak lancar, segera cari bantuan profesional. Bukan cari tempat curhat yang tidak berlisensi... haha... Ingatlah! Perempuan adalah pilar bangsa. Perempuan yang sehat mentalnya, tangguh dan bijak akan melahirkan generasi berkualitas. Yakinlah, tidak ada masalah yang tidak ada solusinya. Dan tidak akan ada masalah yang diluar kemampuan. Setuju?

Aku Rindu