Jun 1, 2016

Iri Tanda Tak Mampu



Bagi saya, semangat dari dalam senantiasa saya pertahankan dan saya jaga agar tidak mocar-macir ke mana-mana. Termasuk semangat yang kadang bisa hilang tanpa arah yang jelas. Biasa, jika pikiran saya berjalan normal sebagaimana mestinya, hati saya akan lebih rileks dan pikiran saya fresh. Namun, jika pikiran saya sudah kejejal yang namanya pikiran negatif, aduh dunia rasanya sudah kiamat! Batin saya tersiksa.

Iri, tanda tak mampu. Itu sebuah ledekan untuk diri saya, manakala saya sedang mengalami perasaan iri terhadap apa yang orang lain sanggup dapatkan. "Oh, orang itu lebih beruntung, orang itu lebih cerdas dan punya pekerjaan yang mapan". Rasanya semakin powerless saja dalam hati ini memuji-muji orang yang saya maksudkan itu. Dan jika tidak terkendali, bisa jadi ini adalah ranjau buat melemahkan mental diri saya sendiri. Hidup Terasa Adil, Ketika Kita Mau Kembali Sejenak di Titik Nol Hidup Kita Sendiri
 

Apapun yang terjadi pada hidup saya, bukanlah sesuatu kebetulan melainkan semua terjadi tak lepas dari rencana Tuhan. Yang pertama untuk mengendalikan rasa iri hati terhadap kemajuan orang lain yaitu, menyadari bahwa perkenalan saya dengan seseorang yang diam-diam saya rasai iri sudah jadi kekuasaan-Nya. Diantara kekuasaan Tuhan selalu ada cobaan, rintangan, ujian, dan tantangan. Manusia memang hidup untuk menghadapi hal-hal seperti ini. Yang kedua, nasib baik seseorang tak lepas dari usahanya sendiri. Melihat orang lain lebih beruntung, karena mereka mendapatkan apa saja yang sesuai dengan yang mereka mampu dapatkan. Kemudian, saya mesti sadar kalau saya tidak boleh hanyut dalam perasaan lemah, melainkan saya harus bersemangat menjalani hidup saya sendiri. Teruntuk Setiap Mata Hati, Tidak Ada Orang yang Lebih Hebat Atau Lebih Unggul Jika Kita Mau Rendah Diri Rendah diri kepada Tuhan, itu yang utama. Terhadap orang tua, itu menambah kemuliaan. Terhadap sesama, menyempurnakan apa yang sudah jadi keyakinan kita. Jika kita punya sikap rendah hati terhadap siapa saja, tak akan ada rasa iri menyelami hati kita. Jika memang orang lain lebih beruntung saat ini dari pada kita, boleh jadi ini memang garis Tuhan untuk tiap-tiap manusia!
 

Selain rendah diri terhadap apa yang sudah saya sebutkan tadi, kita juga mesti bisa rendah hati dengan "Sang Waktu". Buang jauh-jauh rasa malas yang mendorong kita untuk tidak berbuat apa-apa. Tempa tubuh kita untuk giat bekerja dengan keseriusan, kesungguhan, dan bertanggung jawab sehingga apa yang kita lakukan dapat membawakan makna yang berpengaruh positif terhadap diri kita sendiri. Kemudian, rendahkan diri terhadap obsebsi yang berlebihan dari pikiran kita! Punya cita-cita atau harapan itu bagus. Tapi, jika kemampuan yang kita miliki sekiranya masih jauh dengan kemauan yang mengarah pada obsesif, maka kita perlu mengendalikan sebaik-baiknya keiinginan besar kita ini. Jangan sampai, sikap obsesif menjadi target yang kurang masuk akal dan malah mengganggu hati pikiran kita sendiri. Misalnya kita punya impian besar sukses luar biasa ditahun kesekian, dan pada saat ini ada orang lain katakanlah si X sudah mampu membuktikannya menjadi seseorang yang seperti kita ingini tersebut. Tanpa adanya sebuah sikap lapang dada, kita akan mudah punya rasa benci dan iri terhadap seseorang tersebut. Sebab, keyakinan kita menjadi seperti orang itu sepertinya bahagia, kenyataannya belum tentu. Kebahagiaan adalah relatifitas masing-masing orang.
 

Orang Iri, Seseorang yang Suka Mendapatkan Sesuatu dengan Cara Instan! Dengan kata lain, seseorang yang ingin mendapatkan sesuatu tanpa perjuangan. Tinggal mau enaknya saja, ibarat orang makan buah Nangka, ia tak mau menguliti dan terkena getah Nangkanya tapi ia mau Buah Nangka yang ia makan langsung Lheeeeb dikunyah dan masuk perut untuk diproses lebih lanjut. Sudah! Diasumsikan, orang yang iri posisinya lebih rendah dari orang yang sedang dirasai iri. Masak, untuk mendapatkan sesuatu jalannya dengan cara instan kita pengennya begitu? Padahal orang kaya saja masih bekerja. Kalau ada orang yang mengaku kaya, coba tanyakan kepada mereka buat apa lagi ia bekerja? Selagi ada orang yang masih mau mengeluarkan keringatnya untuk mendapatkan sebuah kekayaan, orang itu tetap masih miskin. Kekayaan hanya milik Allah. Dan semua akan kembali kepada-Nya. Buat apa iri hati terhadap apa yang dimiliki oleh orang lain, sementara orang lain dan kita sebenarnya tidak memiliki apa-apa kecuali hanya sekedar dititipi oleh Allah. Jadi, yang kaya hanyalah Allah saja, bukan manusia!
 

Berani Menilai, dan Menimbang tentang Siapa Diri Kita Sendiri adalah Obat Jamunya Iri Hati yang Manjur Kekurangan yang ada pada diri kita ini, bisa jadi cambuk untuk senantiasa mengingatkan kalau kita sebagai manusia hendaknya punya rasa rendah hati. Dan tentang kelebihan yang ada pada kita selayaknya bisa jadi risalah hati agar kita jangan minder dengan sesama orang, siapa pun itu. Setiap manusia itu unik dan punya kelebihan sendiri-sendiri. Satu hal yang sangat penting untuk kita pertimbangkan yaitu, setiap manusia dari kita adalah penanggung jawab terhadap dirinya masing-masing. Untuk apa iri hati dengan orang lain, toh orang lain nggak mau ambil peduli hidup kita? Jika perasaan itu ada, paling hanya akan menggerogoti perasaan tak nyaman diri kita sendiri. Selebihnya, catatan ini sebagai pengingat diri saya yang masih belajar mengotak-atik perasaan dan pikiran sesuai dengan kapasitas saya berpikir secara wajar. Sekali lagi, iri itu tanda dari orang yang tak mampu. Ya, tak mampu menahan diri dari perasaan tersebut.

Aku Rindu