Apr 8, 2016

Kita Harus Kuat

Kita harus kuat, seberapa pun sulitnya situasi hari ini, kemarin, atau bahkan kemarinnya kemarin.

Yang menulis juga bukan orang paling kuat, paling mampu menerjang badai dan gelombang, karena yang menulis memang bukan pelaut. 

Sudah. Sudahi dulu keseharian yang panjang. Pergilah ke dapur, lalu ambil secukupnya beras. Masak hingga ia matang. Kenyangkan perut yang lapar. Karena rasa lapar juga mampu mengubah pikiran serta hati. Jadi pemarah. Jadi tidak sabaran. Jadi sensitif. Hingga iri juga dengki.

Kita harus kuat, karena itu satu-satunya pilihan. Pilihan terbaik. Tetapi untuk menjadi kuat, kita harus tahu juga apa-apa yang membuat kita jadi lemah.

Maka lapar, lelah, tidak punya uang, harus juga kita selesaikan. Tidak perlu sampai kekenyangan. Tidak perlu sampai melulu diatas kasur sambil bermalas-malasan. Tidak perlu juga menunggu jadi kaya raya dan banyak harta, baru kita menjawab semua masalah-masalah kita.

Kita bisa menjadi kuat dengan kecukupan. Dengan cukup makan yang baik dan bergizi. Dengan cukup tidur dan istirahatnya. Dengan cukup uang untuk membeli hal-hal pokok. Sebab itu, cukup bukanlah semata soal jumlah.

Cukup adalah soal pengertian kita atas situasi yang sedang kita dapati hari-hari ini. Cukup adalah soal penerimaan kita atas keadaan yang datangnya jauh diluar kuasa kita. Cukup adalah tentang dada yang lapaaaang sekali. Dan cukup, ternyata datangnya dari hati. Bukan semata pikiran yang positif. Bukan semata keyakinan yang bijak. Itu semua perlu, namun peran hati, sangat amat menentukan.

Maka untuk merasa cukup dan menjadi kuat, ada pada permintaan maaf kita yang sungguh kepada Tuhan. Sebab keburukan yang kita terima, adalah balasan dari keburukan yang kita lakukan. Tuhan itu Adil. Tapi Tuhan juga menyediakan pengampunan dan maafnya untuk kita. Untuk kita yang benar-benar menyesal dan merendahkan diri.

Boleh jadi, kita tidak cukup kuat bukan karena masalah yang sedang datang berkunjung. Akan tetapi karena hati kita yang terlalu sempit.
Terlalu sempit untuk menjadi tuan rumah yang baik atas masalah-masalah itu. Hingga saking sempitnya kita jadi kesulitan berpikir. Dan juga jadi tak sempat berpikir, bahwa masalah itu datang karena Allah yang meminta ia untuk datang pada kita. Ia titipan, yang perlu kita hadapi dengan perbincangan yang tulus kepada yang menitipkan. Dengan pengakuan yang jujur. Dengan penyerahan yang sesungguhnya.

Karena kuat tidaknya kita. Luas tidaknya hati kita. Disitu ada peran kita.

Aku Rindu