Dec 21, 2018

Tentang Perempuan

Jika ada perempuan yang memutuskan untuk menceritakan satu masalahnya kepadamu. Entah kamu teman lelaki atau teman perempuannya. Sini kuberi tahu sesuatu.

Kadang, teman perempuanmu itu tidak memerlukan nasihat-nasihat darimu. Tidak memerlukan kata-kata bijak yang kaudengungkan. Tidak memerlukan kritik atau saran yang–katamu–sebenarnya rasional dan tidak rumit itu.

Toh kamu tak merasakan sendiri perjuangan jatuh bangkit, jerih payah dan sakit-sakit yang dia alami?

Dengan hanya kamu mendengarkan dan memahaminya, itu sudah lebih dari cukup membuat hatinya membesar lagi. Itu sudah lebih dari cukup membuat nyala semangatnya berkobar-kobar kembali. Suatu kebahagiaan hati tersendiri bukan menyalakan semangat orang lain yang sempat mau padam?

Ia hanya butuh ketenangan. Ia hanya butuh didengarkan. Juga dipahami.
Dan jika kamu telah bersedia mendengarkan cerita darinya, tolong. Tolong untuk tidak hanya menggunakan telinga lahir, tapi juga dengan telinga batin. Telapak-telapak hati yang lembut. Tau kan?

Bukankah sudah menjadi pengetahuan umum, kalau perempuan selalu didominasi perasaan dan drama-drama khas mereka sendiri? Bahkan cerita sesepele kehilangan bajupun, seringnya selalu dari hati. Kubilang tidak selalu, tapi sering. Maka, kau perlu menggelar hatimu luas-luas untuk menanggapinya–mendengarkan dengan baik. Hatihati, jangan sampai melukai hatinya.

Bukan. Bukan berarti aku seolah-olah terkesan seperti menyuruhmu untuk ikut menanggapi secara dramatis segala kedramatisan perempuan. Bukan. Kan sudah aku bilang, kamu hanya perlu menggelar hatimu luas luas-untuk mendengarkan dengan baik. Sudah. Itu saja.

Ibaratnya, jika ada seorang perempuan menangis, kamu tak perlu menyuruh dia berhenti menangis. Kamu hanya perlu menyediakan bahu untuk dia bersandar. Membiarkan mereka berceloteh, mengeluarkan kaca-kaca dari matanya. Sampai dia selesai dengan dirinya sendiri.

Setidaknya, hal sesepele ini juga melatih kamu untuk menjadi pendengar yang baik, kan?

Aku Rindu