Mar 3, 2018

Sabtu Malam Minggu Berbalut Rindu




Mungkin malam ini aku masih sama dengan kalimat lemah lainnya. Soal cinta yang katanya lagi gemuruh dilangit malam disaksikan taburan bintang. Aku masih pasif menikmatinya.

Cahaya rembulan tak bisa lagi ku pandang indah tanpa senyuman manis di paras wajahmu. Kedipan genit bintang-bintang tak mampu lagi menggoda tanpa kerlingan manja indah di matamu.

Cahaya cinta, satu kata memancarkan berjuta warna. Berwarna putih memantulkan kesucian hati. Hingga berwarna hitam melukiskan kemisteriusan jiwa.

Tapi kadang berwarna-warni. Hingga cinta mampu memantulkan senyum berseri-seri.

Secangkir teh manis tak mampu lagi memanjakan lidah. Kala manis cinta bibirmu tak bisa ku cicipi. Lembutnya selimut sutra tak mampu lagi menghangatkan. Kala hangat tubuhmu tak bisa ku dekapi.

Indahnya suara cinta tak lagi bisa ku nikmati. Kala suara lembutmu tak bisa ku resapi. Hadirlah di sisi tuk menemani hati yang sepi.

Malam minggu tak lagi ku rindu. Malam minggu tak lagi syahdu. Tanpa hadirmu di sisiku. Aku rindu kamu.

Rindu cinta, satu kata menyajikan berjuta rasa. Rasa bahagia hingga duka lara, silih berganti datang menyapa. Kadang bercampur dalam alunan melodi yang sama.

Dimalam, diakhir hari, diujung pekan, begitulah adanya, malam minggu mereka sering menyebutnya.

Ukuran bahagia, tidak dengan satu hari. Tapi kita harus percaya ada bahagia didalam satu hari, seperti sebagai penikmat cerita mereka dan langsung menuliskannya.

Aku Rindu