Menjadikan kekuasaan sebagai kesempatan mengumbar dendam
adalah kesia-sian, karena dendam tidak akan membunuh lawan, dendam biasa
seperti senjata yang memakan tuan, dendam hanya merusak sendi kehidupan .
Ada
yang begitu bangga bisa memelihara dendam, dan membiarkan dendam menguburnya
dalam-dalam, padahal dendam adalah lubang galian yang menganga, yang setiap
saatnya siap menerkam dan mengancam.
Pemelihara kekuasaan dijadikan alat
untuk menganiaya sesama, atas nama kekuasaan dendam pun dilampiaskam, ada yang
tersenyum sumringah saat dendam bisa terbalaskan, karena memang dendam selalu
menuntut balas.
Atas nama kekuasaan, kehendak dan ajuman dijewantahkan tanpa
peduli aturan, kekuasaan dinomorsatukan sebagai sebuah kewenangan.
Ada yang
bisa lakukan itu dengan buasnya, kesewenangan mengalahkan aturan yang dibuatnya
sendiri, Akulah yang sedang berkuasa, bukan kalian, itulah kata hatinya.
Pemaafan hanya sebatas ucapan, sebagai pemanis dimuka seolah penuh
kebijaksanaan, senyum sinis tak terlihat manis, sekali pun dilakukan dengan
bermanis-manis..karena tetap saja hati mendendam, mata akan terlihat sadis.
Wajah memanglah jendela hati, hati yang mendendam akan memancarkan guratan
tajam dimuka, menorehkan kesadisan pada tatapan mata. Hati yang membatu karena
dendam, hanya akan menguburkan pemiliknya dalam lubang nista.
Mengobarkan
dendam untuk menjatuhkan lawan adalah sebuah kedzoliman, tidaklah kedzoliman
dibalas dengan kedzoliman, lawan tidak bisa ditaklukkan dengan kejahatan,
karena setiap kejahatan yang dilakukan akan melahirkan kejahatan lainnya.
Balaslah setiap kedzoliman dengan kebaikan, agar kebaikan akan menjadi
kebiasaan.