Aug 8, 2014

Mengenal Narsis Negatif dan Narsis Positif



SECARA ekstrim, dunia ini sebenarnya terbagi menjadi dua sisi, yaitu sisi negatif dan sisi positif. Berlaku dalam segala hal. Termasuk juga dalam perilaku manusia yang disebut narsis. Ada narsis negatif dan ada juga narsis yang positif.

A.Definisi narsis secara umum (konotasi negatif)
1.Spencer A Rathus dan Jeffrey S Nevid dalam bukunya, Abnormal Psychology (2000):
“Orang yang narcissistic atau narsistik memandang dirinya dengan cara yang berlebihan. Mereka senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian.


2. Rathus dan Nevid (2000) dalam bukunya, Abnormal Psychology :
Orang yang narsistik memandang dirinya dengan cara yang berlebihan, senang sekali menyombongkan dirinya dan berharap orang lain memberikan pujian (Kompas, Jumat, 01 April 2005).

3. Papu (2002) yang mengutip DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders – Fourth Edition)
“Orang yang narsistik akan mengalami gangguan kepribadian, gangguan kepribadian yang dimaksud adalah gangguan kepribadian narsisistik atau narcissistic personality disorder. Gangguan kepribadian ini ditandai dengan ciri-ciri berupa perasaan superior bahwa dirinya adalah paling penting, paling mampu, paling unik, sangat eksesif untuk dikagumi dan disanjung, kurang memiliki empathy, angkuh dan selalu merasa bahwa dirinya layak untuk diperlakukan berbeda dengan orang lain.”

 B.Unsur-unsur narsis
Dari definisi-definisi di atas bisa disimpulkan adanya beberapa unsur narsis:
-Memandang dirinya secara berlebihan (paling penting,paling mampu,paling unik dan paling lainnya)
-Senang menyombongkan diri
-Mengharap adanya pujian dari orang lain

 C.Definisi narsis secara umum (konotasi positif)
Dari hasil pengamatan penulis, tidak semua narsis itu negatif. Sebab ada juga yang tergolong narsis positif, yaitu “Berusaha menunjukkan dirinya memiliki kelebihan dari orang lainnya dengan tujuan demi kepentingan promosi, persaingan sehat ataupun memotivasi orang lain”. Memang terkesan sombong, namun sebenarnya tidak sombong. Terkesan mengharapkan pujian dari orang lain, padahal tidak demikian maksudnya.

a.Contoh narsis untuk kepentingan promosi
Seorang pengusaha yang selalu berpakaian rapi,unik,tentu berharap agar menjadi perhatian orang lain. Bukan untuk memuji dirinya tetapi dengan tujuan supaya orang tahu siapa dirinya. Dan kemudian orang akan berkomentar “Oh, dia pemilik Resto C’Bezt”, “Oh,dia pemilik Lembaga Pendidikan Komputer
INDODATA”, dan lain-lain.

b.Narsis untuk kepentingan persaingan yang sehat
Dalam hal ini adalah persaingan pribadi. Biasanya di kalangan artis. Tiap artis berlomba untuk menjadi lain daripada yang lain, terutama dari caranya berpakaian, dari caranya bercanda, dari caranya bicara,dari model rambutnya, dari model bajunya dan lain-lain. Misalnya, Gogon terkenal karena punya model rambut yang lucu, Tessy yang selalu berpakaian wanita dan lain-lain.

c.Narsis dalam rangka memotivasi orang lain
Yaitu selalu berusaha tampil lain daripada yang lain, baik melalui tulisan maupun ucapan. Misalnya, penulis (Hariyanto Imadha), selalu membuat artikel-artikel yang bersifat lain daripada yang lain di berbagai blog. Bersifat mencari perhatian orang lain. Hasilnya, ada beberapa orang yang meminta penulis menjadi pembicara di radio, ada beberapa mahasiswi yang minta petunjuk cara belajar yang efektif dan lain-lain. Bahkan hasil inovasinya berupa kanopi motor yang bersifat narsis, membuat hasil inovasinya dimuat di tabloid Peluang Usaha No.18 Tahun 2011, mendapat Award dari Yayasan Citra Profesi Indonesia,23 Juli 2011 dan ditayangkan dalam acara Sang Kreator, Trans7, 14 April 2012.

Kesimpulan
Narsis dalam arti positif atau berkonotasi positif juga punya ciri-ciri memandang dirinya lebih dari yang lainnya,terkesan menyombongkan diri dan mengharapkan pujian dari orang lain. Namun semuanya dengan tujuan yang positif, yaitu demi kepentingan promosi, persaingan sehat, memotivasi orang lain dan tujuan-tujuan positif lainnya.
Dengan demikian, apakah sebuah perilaku narsis itu positif atau negatif, juga harus dilihat dari “tujuannya”. Tidak berhenti pada tingkah laku atau perilakunya saja. Kalau tujuannya negatif, maka termasuk narsis negatif. Kalau tujuannya positif, maka termasuk narsis positif. Sejauh narsis tidak merugikan diri sendiri atau orang lain, narsis boleh-boleh saja.

Sangat disayangkan bahwa semua buku-buku psikologi hanya melihat narsis dari segi negatifnya saja, tanpa melihat tujuan-tujuannya.

Aku Rindu